Suara.com - Disfungsi ereksi atau erectile dysfunction (ED) menjadi salah satu penyakit umum yang dialami dalam urologi pria. Berdasarkan Jurnal Ilmiah Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang terbit pada tahun 2019, dari total 255 responden yang mengisi survei, 35,6% di antaranya mengalami disfungsi ereksi atau sebesar 92 responden.
Oleh karena itu, Dokter Spesialis Urologi dan Konsultan Andro Urologi, Endo Urologi RS Siloam ASRI, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Prof. dr. Ponco Birowo, Sp.U (K), Ph.D. mengatakan penyakit disfungsi ereksi dan gangguan kesuburan pria tidak bisa dianggap remeh.
"Kebiasaan hidup tidak sehat, obesitas, hipertensi, dan kebiasaan merokok menjadi beberapa faktor yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami disfungsi ereksi," ujarnya dalam siaran pers yang Suara.com terima belum lama ini.
Bagaimana Cara Mengobatinya?
Pengobatan untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan secara bertahap. Perlu diperhatikan bahwa tata laksana disfungsi ereksi membutuhkan waktu dan tidak dapat diselesaikan secara instan. Pertama, seorang pasien disfungsi ereksi perlu dilakukan diagnosis terlebih dahulu untuk menentukan jenis dari penyakit disfungsi ereksi yang diderita.
Selanjutnya, dari diagnosis tersebut, penyakit disfungsi ereksi dapat diberikan obat-obatan. Jika obat-obatan tidak dapat menyembuhkan, penanganan pasien dapat berlanjut ke tahap operasi.
Penting untuk mencari diagnosis dan pengobatan yang sesuai dengan jenis disfungsi ereksi yang dialami oleh pria. Hal ini dibutuhkan untuk meredakan gejala serta memulihkan fungsi ereksi secara maksimal.
Dalam menangani masalah disfungsi ereksi dan gangguan kesuburan pria, lulusan Hannover Medizinische Hochschule Jerman ini menjelaskan jika RigiScan menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk pemeriksaan diagnostik awal.
RigiScan, kata dia merupakan alat diagnostik yang digunakan untuk menilai kualitas ereksi pria pada malam hari (ereksi nokturnal). Umumnya pria yang sehat mengalami sekitar 3 hingga 6 ereksi setiap malam.
Baca Juga: 6 Anjuran dan Pantangan Penderita Batu Ginjal saat Puasa Ramadhan: Agar Lancar Sampai Akhir!
"Karena penis adalah salah satu bagian dari tubuh pria yang memiliki kulit, tetapi tidak memiliki otot di bawah kulitnya, ereksi pada malam hari adalah metode tubuh untuk menjaga jaringan di dalam penis tetap sehat. Dengan kata lain, ereksi pada malam hari adalah cara tubuh “melatih” penis sehingga penis cukup sehat untuk melakukan aktivitas seksual," pungkas dia.
RigiScan digunakan untuk mengukur frekuensi, kualitas, dan durasi ereksi malam hari. Alat ini dapat membantu dalam membedakan antara disfungsi ereksi organik dan psikogenik. Hasil diagnostik juga dapat memberikan informasi dan membantu dokter menentukan cara terbaik untuk memulai tata laksana disfungsi ereksi.
“Dalam hal disfungsi ereksi, RigiScan bersifat sebagai alat pendukung diagnostik. Artinya, hasil dari pemeriksaan menggunakan RigiScan harus dipertimbangkan bersamaan dengan gejala dan riwayat kesehatan pasien untuk menentukan diagnosis dan tata laksana yang tepat,” sebut Prof. Ponco yang juga merupakan salah satu anggota tim transplantasi ginjal di RS Siloam ASRI.
Terapi ESWT untuk Pengobatan Disfungsi Ereksi
Setelah melakukan pemeriksaan menggunakan RigiScan, dokter ahli urologi dapat menentukan tatalaksana yang tepat berdasarkan kondisi pasien. Prof. Ponco menyebutkan jika ESWT (Extracorporeal Shock Wave Therapy) dapat menjadi salah satu pilihan terapi dalam mengatasi masalah disfungsi ereksi dan kesuburan pada pria dengan tingkat keberhasilan terapi ESWT kepada pasien mencapai 60-70%.
Cara kerja ESWT adalah dengan merangsang pertumbuhan sel dan pembuluh darah kapiler baru pada penis yang telah mengalami kerusakan atau tersumbat. Hal tersebut dapat membantu meningkatkan aliran darah ke penis dan memperbaiki fungsi ereksi.
Pada terapi ESWT dilakukan pengaplikasikan gelombang kejut dengan intensitas rendah pada penis.
"Biasanya, pasien tidak memerlukan anestesi, namun beberapa pasien mungkin mengalami sensasi kesemutan di area yang diterapi. Terapi ESWT untuk disfungsi ereksi biasanya membutuhkan beberapa sesi perawatan dengan jeda waktu beberapa minggu antara setiap sesi,” ujar peraih European Society for Sexual Medicine Grant for Medical Research tersebut.
Terapi ESWT juga dapat digunakan untuk mengatasi penyakit peyronie (kelainan kurvatura penis) dan infeksi prostat (prostatitis).