Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO ungkap risiko penggunaan senjata biologis pada perang saudara di Sudan, karena virus campak dan polio dikuasai pihak yang bertikai.
Kabar ini dijelaskan langsung Perwakilan WHO di Sudan, Nima Saeed Abid pada Selasa, 25 April 2023 melalui video teleconference yang disiarkan Kantor Penyiaran PBB di Jenewa, UNOG.
Mengutip Fox News, Rabu (26/4/2023) salah satu pihak bertikai perang saudara itu menguasai laboratorium nasional milik pemerintah, di mana di dalamnya terdapat sampel campak dan polio, sehingga bisa sangat berbahaya.
Virus polio adalah virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Penyakit ini bisa menyebabkan kelumpuhan, dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus.
Baca Juga: Pasukan Elite Kopasgat TNI AU Kirim Tim Evakuasi WNI ke Sudan
Sedangkan virus campak adalah virus yang sangat menular melalui infeksi saluran napas, sering juga disebut penyakit rubella. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan bisa berakibat fatal, karena bisa menyebabkan komplikasi bronkitis, infeksi paru-paru (pneumonia), radang pada telinga, dan infeksi otak (ensefalitis).
"Ada resiko biologis yang sangat besar terkait dikuasainya laboratorium kesehatan masyarakat pusat oleh salah satu pihak yang bertikai," ungkap Abid.
Melalui sambungan telepon, Abid juga menambahkan setidaknya 459 orang tewas dalam pertempuran di sudan, dan 4.072 orang terluka.
Meskipun Menteri Luar Negeri Sudan, Antony Blinken mengatakan berhasil bantu menengahi dengan gencatan senjata 72 jam kedepan pada Senin, 24 April 2023 lalu.
Gencatan senjata ditujukan untuk membangun koridor kemanusiaan, sehingga warga dan penduduk bisa mengakses sumber daya penting, perawatan kesehatan hingga zona aman.
Tapi sayang, suara tembakan keras dan ledakan di ibu kota Sudan, Khartoum membuat pertempuran terus berlanjut.
Adapun perang saudara ini terdiri dari dua kubu yakni Militer Sudan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Burhan. Lalu pihak lain Kelompok Paramiliter yang dipimpin Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo.