Jadi Kanker Kedua yang Paling Banyak Dialami Lelaki, Ini Gejala Hingga Pengobatan Terbaru Kanker Kolorektal

Dinda Rachmawati Suara.Com
Kamis, 13 April 2023 | 21:15 WIB
Jadi Kanker Kedua yang Paling Banyak Dialami Lelaki, Ini Gejala Hingga Pengobatan Terbaru Kanker Kolorektal
Kanker usus besar (kolorektal). (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kanker kolorektal atau kanker usus besar merupakan penyakit yang patut diwaspadai. Karena, selain mengancam jiwa, kanker ini juga memberikan tantangan bagi penyintas, seperti ketidaknyamanan, hingga stres.

Di Indonesia kanker kolorektal menduduki kasus tertinggi kedua pada pria setelah kanker paru, dengan jumlah kasus baru pada kanker kolorektal mencapai 34.189 (8.6%). Di mana, kanker ini menyerang jaringan usus besar (kolon) dan rektum (bagian usus paling bawah, sampai anus atau dubur). 

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM menyebut, kanker kolorektal adalah penyakit di mana sel-sel di usus besar atau rektum tumbuh di luar kendali. 

Gejala kanker kolorektal yang dapat muncul yaitu diare, sembelit, buang air besar terasa tidak tuntas, berat badan turun tanpa sebab yang jelas, pendarahan pada rektum (bagian ujung usus besar), buang air besar berdarah, mual, muntah, perut terasa nyeri, kram, atau kembung serta tubuh mudah lelah. 

Baca Juga: 5 Gejala Arcturus yang Menyerang Anak-anak, Waspadai Tanda Varian Ini!

"Sebagian besar kanker kolorektal dimulai sebagai pertumbuhan pada lapisan dalam usus besar atau rektum. Kemungkinan polip berubah menjadi kanker tergantung pada jenis polip tersebut," ujar dia dalam webinar bersama PT Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia, pada Rabu (13/4/2023).

Ilustrasi gambar gejala kanker usus besar. (freepik)
Ilustrasi gambar gejala kanker usus besar. (freepik)

Jika kanker terbentuk dalam polip, lanjut Prof. Aru, maka kanker tersebut dapat tumbuh ke dinding usus besar atau rektum dari waktu ke waktu. Faktor risiko kanker kolorektal terdiri dari faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.

Faktor yang tidak dapat diubah seperti berusia diatas 50 tahun, memiliki riwayat menderita polip, memiliki riwayat infeksi usus besar, memiliki riwayat polip ataupun kanker usus besar dalam keluarga, faktor genetik dan faktor ras dan etnis. 

Sedangkan faktor yang dapat diubah antara lain kebiasaan konsumsi berlebih daging merah dan daging olahan, diet tidak seimbang dan kurang sehat, kurang aktivitas fisik, obesitas, konsumsi rokok dan paparan asap rokok, konsumsi alkohol berlebih, menderita gangguan pencernaan berulang dan memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2.

Meski di Indonesia, kanker kolorektal merupakan kanker dengan angka kematian tertinggi diurutan ke-5, namun ini termasuk jenis kanker dengan kemajuan pengobatan paling pesat, dari operasi hingga imunoterapi.

Baca Juga: Dialami Ayah Tissa Biani, 4 Gejala Serangan Jantung yang Harus Diwaspadai

"Saat ini pengobatan kanker kolorektal yang tersedia di Indonesia sudah beragam, yaitu pengobatan kemoterapi konvensional, terapi target dan yang terbaru adalah imunoterapi. Berbagai opsi pengobatan ini memberikan harapan baru bagi pasien kanker kolorektal," ujar dia. 

Salah satu pengobatan terbaru yaitu imunoterapi, adalah jenis pengobatan kanker inovatif yang memanfaatkan kekebalan tubuh untuk menyerang sel kanker, sehingga dapat memberikan kualitas hidup yang lebih baik serta meningkatkan harapan hidup pasien.

Setiap pasien kanker kolorektal akan mendapatkan pengobatan yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pasien sehingga hasil yang didapatkan optimal,” imbuh Prof. Aru Sudoyo.

Managing Director MSD Indonesia, George Stylianou dalam sambutannya mengatakan, penyintas kanker di Indonesia jumlahnya tidak sedikit, termasuk penyintas kanker kolorektal. Sehingga dukungan perlu diwujudkan dalam bentuk aktivitas edukasi yang paling dibutuhkan oleh para penyintas kanker tersebut. 

"Kami memahami bahwa setiap orang memiliki kebutuhan fisik, psikologi, maupun sosial yang berbeda. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan YKI dalam program edukasi ini," tutup dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI