Suara.com - Kasus penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia masih cukup tinggi. Bahkan, angka kasusnya di Indonesia masih cukup jauh dari capaian yang ditargetkan pada 2030 mendatang.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, berdasarkan data Global Tuberculosis Report 2022, Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah China. Dikatakan, hingga saat ini terdapat sebanyak 969 kasus.
“Berdasarkan data TB Report 2022, Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai jumlah kasus TB terbanyak setelah China, jumlahnya kalau tidak salah 969 ribu jiwa atau 1 orang setiap 33 detik terkena TB,” ucap Agus dalam konferensi pers peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2023, Jumat (24/3/2023).
Dokter spesialis paru dan Pokja Infeksi Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), dr. Tutik Kusmiati, SpP (K) menjelaskan, pada dasarnya penularan TB ini juga terbilang mudah. Pasalnya, kuman TB akan dengan mudah menyerang masyarakat yang memiliki daya tahan tubuh atau imun rendah.
Baca Juga: Jadi Tempat Berisiko Tinggi Penularan, Ini Pentingnya Pencegahan TBC di Tempat Kerja
“Jadi untuk kuman TB ini sangat mudah menginfeksi mereka-mereka yang imunnya rendah. Imun rendah ini bisa karena dia ada sakit imun, seperti TBC, kemudian diabet juga imunnya bisa menurun,” jelas dr. Tutik.
Sementara itu, TB juga mudah menyerang bagi pasien-pasien yang alami kanker atau sedang jalani cuci darah. Dr. Tutik menjelaskan, penyakit ini juga mudah menyerang bayi karena sistem imunnya belum sempurna.
“Kemudian pasien-pasien dengan penyakit imun lainnya, kanker, kemudian menjalani cuci darah, kemudian balita, balita itu imunnya masih belum sempurna, jadi dia orang-orang yang rentan alami TB,” sambung dr. Tutik.
Selain karena sistem imun, keluarga yang melakukan kontak erat dengan penderita juga berisiko tinggi. Apalagi, jika rumah penderita tersebut tidak memiliki ventilasi yang baik. Pasalnya, kuman TB sangat mudah bertahan lama pada situasi yang lembab.
“Selain itu, kontak erat serumah perlu diwaspadai karena mereka kumpul setiap hari dengan pasien-pasien TB. Otomatis lebih mudah terhirup dropletnya ya, apalagi kalau ventilasi di rumah tidak bagus, kuman TB bisa bertahan lama pada situasi yang lembab, gelap, dia bisa hidup lama, berbulan-bulan, bertahun-tahun,” jelasnya.
Baca Juga: IDAI Ungkap Situasi Genting TBC Anak, Makin Banyak Jadi Korban?
Untuk itu, penting bagi penderita TB memiliki rumah dengan ventilasi yang baik. Hal tersebut akan mencegah risiko penularan kepada anggota keluarganya.
“Berbeda kalau ventilasinya baik, sirkulasinya baik, sinar matahari bisa masuk ke dalam rumah, itu bisa menurunkan konsentrasi. Kalau jendelanya kebuka kan bisa tidak terhirup, otomatis akan nyebar bisa ke luar tidak terhirup dengan anggota keluarga,” ujarnya.
Bukan hanya itu, dr. Tutik menegaskan, asupan nutrisi yang dikonsumsi juga menjadi faktor seseorang dapat tertular TB. Pasalnya, nutrisi yang masuk akan sangat berpengaruh pada imunitas tubuh. Untuk itu, dr. Tutik menyarankan agar mengonsumsi makanan-makanan yang bergizi.
“Kemudian nutrisi, untuk meningkatkan imun tentunya tidak terlepas dengan nutrisi. Nutrisinya harus yang bergizi. Kalau nutrisinya sudah rendah, kemudian ventilasi enggak bagus, lalu ada pasien TB yang tinggal serumah, itu akan semakin mempercepat terjadinya penularan,” pungkasnya.