Suara.com - Tuberkulosis atau yang sering disingkat TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut diketahui sebagai penyebab TBC oleh Dr. Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Sehingga tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terkait penyakit TBC.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2021, TBC diderita oleh sekitar 10.6 juta orang dan 1.6 juta orang di antaranya mengalami kematian. Hal tersebut menjadikan TBC menjadi penyakit infeksius paling mematikan setelah COVID-19 dan di atas HIV. Di Indonesia sendiri, kasus TBC pada tahun 2021 mencapai sekitar 969 ribu kasus.
Dikutip dari ACR CARE, TBC merupakan penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh, namun secara umum menyerang paru-paru. Diperkirakan sekitar seperempat populasi global terinfeksi bakteri penyebab TBC, namun sebagian besar tidak menunjukkan gejala (tuberkulosis laten). Sekitar 5-10 persen dari kelompok orang yang terinfeksi tersebut berpotensi menunjukkan gejala TBC (tuberkulosis aktif), umumnya orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Gejala umum yang dialami oleh penderita TBC yaitu batuk (kadang disertai darah) dalam jangka waktu yang lama (batuk kronis lebih dari 14 hari). Selain itu juga disertai demam, berkeringat pada malam hari, dan kehilangan nafsu makan yang berakibat pada penurunan berat badan.
Baca Juga: Kisah Indra Bekti Merawat Sang Istri Ketika Sakit TBC
Penularan TBC dapat terjadi melalui droplet (percikan pernapasan). Ketika seseorang dengan TBC batuk, bersin, atau meludah, mereka mengeluarkan bakteri penyebab TBC ke udara yang kemudian dapat terhirup dan menginfeksi orang lain. Untuk itu diperlukan serangkaian upaya untuk mencegah penularan TBC.
Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan kampanye TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh) sebagai salah satu pendekatan untuk menemukan, mendiagnosis, dan mengobati pasien TBC. Pengobatan TBC harus dilakukan dengan segera dan sesuai dengan arahan dokter. Menunda pengobatan serta ketidakpatuhan dalam konsumsi obat dapat memperlambat proses penyembuhan.
Pencegahan TBC juga harus dilakukan oleh setiap orang dengan memperhatikan asupan nutrisi dan menghindari kebiasaan hidup tidak sehat. Orang dengan kondisi malnutrisi tiga kali lebih berisiko menderita TBC. Sementara itu sebanyak 1.43 juta kasus baru TBC pada tahun 2021 merupakan kelompok orang dengan kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol.
Orang dengan sistem imun tubuh yang lemah seperti penderita diabetes dan HIV/AIDS juga dapat lebih berisiko mengalami gejala TBC. Tanpa pengobatan yang tepat, sebanyak 45 persen penderita TBC-non HIV dan hampir semua penderita TBC dengan HIV mengalami kematian.
Lakukan pengendalian penyakit bawaan untuk mengurangi risiko terkena TBC. Segera lakukan pengobatan ke fasilitas kesehatan terdekat apabila mengalami gejala TBC untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Baca Juga: Anak Hanung Bramantyo Idap Bronkitis, Ini Bedanya dengan Pnemonia dan TBC