Suara.com - Kabar miris dibagikan mantan Menteri Kesehatan, Prof. Nila Moeloek yang menemukan 40,5 persen anak SD di Jakarta mengalami rabun jauh, hingga membuat anak sulit belajar di sekolah.
Temuan ini didapatkan melalui survei terbaru Prof. Nila bersama Tim Pengabdian Masyarakat untuk Kesehatan Mata oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI), terhadap 269 anak kelas 4 hingga 6 SD, di usia 9 hingga 12 tahun.
"Ini survei ini berarti 4 dari 10 anak SD mengalami penglihatan rabun rabun jauh," ujar Prof. Nila saat media briefing di Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023).
Akibat kesulitan melihat ini, tim peneliti juga menemukan hasilnya 54 persen siswa SD ini kesulitan baca tulisan di papan tulis. Lalu, 24 persen siswa susah belajar karena susah melihat dan membaca.
Baca Juga: Diminta Pihak Sekolah Bikin Foto Ijazah, Fotografer di Lampung Malah Cabuli 21 Murid SD
Bahkan ditemukan juga 38 persen siswa SD mengaku sulit berolahraga karena gangguan melihat saat beraktivitas fisik.
Dari sederet penemuan ini, Prof. Nila menilai, adanya potensi masalah kesehatan dan kualitas hidup jangka panjang generasi penerus bangsa di Indonesia. Ini karena sejak kecil anak sudah sulit melihat, kualitas belajar jadi buruk dan SDM jadi rendah.
"Kegiatan belajar hingga proses tumbuh kembang anak. Karena harus dipahami bahwa penglihatan adalah salah satu modalitas penting untuk membentuk kualitas sumber daya manusia yang baik,” ujar Prof. Nila.
Terlebih kata Prof. Nila, rabun jauh yang dialami anak SD ini juga turut dipengaruhi oleh pandemi, saat pelajar harus melakukan pembelajaran jarak jauh, yang artinya akses mata melihat gadget semakin lama.
Hasilnya Menkes periode 2014-2019 itu merekomendasikan, pemberian kacamata gratis bagi murid yang terdiagnosis rabun jauh oleh dokter mata.
Baca Juga: Kronologi dan Modus Fotografer Cabuli 21 Anak SD Saat Foto Ijazah di Lampung
“Bahkan selain intervensi kacamata, dukungan edukasi juga wajib dilakukan, terutama untuk memastikan agar anak tetap patuh memakai kacamata dan tidak malu karena ada stigma atau potensi perundungan di sekolah," tutup Prof. Nila.