Suara.com - Lonjakan kasus diabetes pada anak saat ini cukup memprihatinkan. Belum lama ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kasus diabetes pada anak di tahun 2023 meningkat 70 kali lipat sejak tahun 2010 lalu, di mana pasien diabetes anak umumnya berusia 10-14 tahun dengan jumlah sekitar 46 persen dari total angka yang dilaporkan.
Dokter spesialis anak dr. Dana Nur Prihadi Sp.A(K), M.Kes., MH, menjelaskan, diabetes tipe 1 terjadi karena kadar insulin yang rendah akibat kerusakan sel beta pankreas, yang disebabkan oleh infeksi virus atau penyakit autoimun yang terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan.
Pengidap penyakit ini harus mendapatkan suntik insulin secara rutin untuk mencegah komplikasi. Sedangkan diabetes tipe 2 disebabkan oleh kelenjar pankreas yang tidak dapat mencukupi kebutuhan insulin pada tubuh, sehingga insulin tidak berfungsi dengan optimal.
"Orangtua mesti curiga jika anak mengalami penurunan berat badan padahal disaat yang sama si anak lebih banyak minum dan lebih banyak makan. Tiba-tiba mengompol di malam hari padahal sebelumnya tidak. Umumnya inilah gejala diabetes tipe 1 pada anak-anak. Segera cek gula darah dan konsultasikan ke dokter,” ujar dr. Dana dalam diskusi media belum lama ini.
Baca Juga: Apa Itu Diabetes Tipe 2 Pada Anak? Waspadai Gejala dan Penyebabnya
Konsultan endokrin ini menegaskan, walaupun diabetes bukan penyakit menular, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, seperti pada saraf, mata, dan juga gangguan pada tumbuh kembang anak.
Namun, kata dia, jika anak mendapat terapi sedini mungkin akan bisa mencegah komplikasi yang terjadi. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan, salah satunya dengan menekankan pentingnya skrining secara berkala sehingga jika ditemukan gejala penyakit tertentu dapat segera ditangani.
“Perhatikan kesehatan anak kita dimulai dari pola asuh orangtua yang sehat. Jadi orangtua memiliki peran sentral dalam membentuk anak-anak yang tumbuh sehat sehingga bisa terhindari dari risiko penyakit, termasuk diabetes ini,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementrian Kesehatan RI.
Berbeda dengan DM tipe-1 yang tidak bisa dicegah, kejadian DM tipe -2 pada anak dapat dicegah atau ditunda dengan pola makan seimbang dan olahraga yang teratur. Kegemukan, kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat, konsumsi minuman manis yang berlebihan, menjadi pemicu tidak terkontrolnya kadar gula darah.
Prof.Dr.Ir.Ujang Sumarwan, M.Sc, Guru Besar Perilaku Konsumen, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor menegaskan bahwa saat ini konsumsi gula harian masyarakat, baik yang didapat dari makanan atau minuman, sudah tergolong berlebihan.
Baca Juga: Cara Mencegah Diabetes pada Anak, Salah Satunya Pantau Berat Badan
Tingginya konsumsi makanan dan minuman manis di Indonesia tergambar pada hasil Riset Kesehatan Dasar 2018. Terungkap, 47,8 persen responden mengonsumsi makanan manis 1-6 kali per minggu. Sementara itu, pada anak-anak, 59,6 persen anak usia 3-4 tahun mengonsumsi makanan manis lebih dari satu kali sehari dan 68,5 persen mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
“Konsumsi gula yang berlebihan ini tentu saja menambah besar risiko penyakit diabetes. Karena itu perlu tindakan preventif yang sangat serius dan tegas dalam membatasi kandungan gula dalam produk makanan dan minuman yang dijual di pasaran,” tegas Prof Ujang.