Suara.com - Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit menular yang harus diwaspadai karena bisa berisiko pada kematian. Berdasarkan catatan dari Kementerian Kesehatan, terdapat lonjakan kasus dua kali lipat pada TB anak di tahun 2022 menjadi 88.927 ribu kasus.
Angka tersebut tentunya menjadi peringatan agar penyakit TB khususnya pada anak segera mendapatkan perhatian agar tak semakin melonjak.
Pasalnya, menurut ketua UKK Respirologi IDAI dr Rina Triasih , tidak hanya di Indonesia tetapi juga secara global menganggap bahwa tuberkulosis pada anak tidak menular sehingga jarang disorot terkait pencegahannya. Belum lagi dengan stigma masyarakat yang masih tinggi terhadap tuberkolosis.
![Ilustrasi infeksi bakteri tuberkulosis. [Shuttertsock]](https://media.suara.com/pictures/original/2018/01/16/27159-ilustrasi-infeksi-bakteri-tuberkulosis.jpg)
“TBC paru yang ringan pada anak itu sebenarnya risiko penularannya minimal,” ungkapnya pada media briefing Pekan Tuberkulosis, Senin (20/3/2023).
Pencegahan TBC pada Anak
Pencegahan TBC pada anak yang pertama bisa dilakukan dengan cara menekan stigma terkait. Seringkali pasien TB mendapatkan diskriminasi seperti dikucilkan dari lingkungan.
Banyak pasien TB yang malu dengan penyakitnya dan berujung malas untuk berobat namun tetap melakukan berbagai aktivitas yang tanpa disengaja bisa menularkan pada orang di sekitarnya.
TB pada anak sejatinya karena tertular bukan menularkan, seperti yang disampaikan dokter Rina bahwa anak adalah korban dari pasien TB aktif.
“Jangan menstigmatisasi orang yang sakit TBC, anak yang sakit TBC, jangan dikucilkan. Karena mereka sudah sakit harus berobat banyak. Caranya dengan memberikan pemahaman yang betul terkait TBC. TBC memang menular tetapi dia bisa disembuhkan,” tegas dokter Rina.
Pencegahan TB pada anak lainnya yakni dengan memberikan vaksin BCG saat berusia 0-3 bulan. Serta pemberian obat pencegahan TBC bagi anak yang kontak erat dengan pasien TBC.