Suara.com - Tuberkulosis atau TBC menjadi salah satu penyakit yang harus diwaspadai. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2021, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan penyakit TBC terbanyak di dunia.
Estimasi kasus TB pada anak di tahun 2022 diperkirakan mencetak angka 88.927, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yakni 42.187 kasus.
TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosis yang berakibat terciptanya flek terutama pada paru-paru dan bisa menyebar ke organ lain seperti otak, tulang.
TBC tidak hanya menyerang organ paru, melainkan bisa juga berdampak pada organ tubuh lainnya. Maka dari itu ada yang disebut TBC Paru dan TBC Ekstraparu.
Baca Juga: Gejala dan Penyebab TBC, Kenali Sedini Mungkin agar Tahu Pencegahannya!
"Penularannya sama dengan Covid-19 ya melalui percikan air ludah. Sehingga orang yang ada di sekitarnya (pasien) ini akan berisiko tinggi terkena sakit TBC," ujar Dr Rina Triasihm M.Med (Pead), PhD, SpA(K) selaku Ketua UKK Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia saat memaparkan materi "Tuberkulosis Anak: Penting & Genting!" pada acara Media Briefing Pekan Tuberkulosis yang dilangsungkan pada 20 Maret 2023.
Dokter Rina menegaskan situasi genting TBC anak yang perlu perhatian khusus. Selama ini, TBC pada anak bukan prioritas dan dianggap tidak menular. Kenyataannya, anak-anak bukan sebagai penular melainkan sebagai korban yang tertular.
“Jadi banyak pasien-pasien TBC di luar sana, anak usia muda dengan daya tahan tubuhnya yang masih rendah ini berisiko tinggi mengalami TBC yang berat. Dan karena risiko mereka yang terkena di usia muda, berisiko juga untuk kematian,” jelasnya.
Sementara itu TBC pada remaja cenderung memiliki tipe TBC seperti orang dewasa atau berisiko tinggi menularkannya pada orang di sekitarnya.
Hal yang menjadi perhatian dalam menanggulangi TBC adalah masih tingginya stigma masyarakat terhadap penyakit menular. Alhasil berdampak pada mental pasiennya untuk segan berobat dan memilih menyembunyikan penyakitnya tersebut.
Baca Juga: Upaya Pencegahan Tuberculosis (TBC) di Tempat Kerja
“Dengan mobilitasnya yang tinggi, dia sakit dan tidak diobati atau dia diobati tapi minum obatnya tidak teratur maka dia berisiko sebagai sumber penularan untuk teman-temannya mau pun kalangan lain,” tambah dr. Rina.
Pencegahan TBC
TBC bisa dicegah dengan cara memberikan vaksin BCG bagi bayi usia 0-3 bulan dan obat pencegahan TBC bagi anak atau remaja yang kontak erat dengan pasien TBC.
“Ada prioritasnya, mereka yang infeksi laten. Jadi pastikan dulu yang kontak erat itu tidak sakit TBC kemudian kita lihat kalau mereka infeksi laten maka mereka berhak mendapatkan obat pencegahan TBC,” tutur dr Rina.
Obat pencegahan TBC ini pun disediakan gratis oleh pemerintah dan bisa dikonsumsi untuk 3 bulan atau 6 bulan.
Pasien TB aktif dapat menularkan pada 10-15 orang di sekelilingnya setiap tahun. Sehingga IDAI pun mengkampanyekan strategi penanggulangan TBC melalui cara TOSS, yakni Temukan TBC Obati Sampai Sembuh.
“Kalau dia diobati sampai sembuh, dia tidak akan menularkan pada orang-orang di sekitarnya. Baik pasien TB aktif mau pun yang terinfeksi TB termasuk anak-anak,” tutup dr Rina.
Shilvia Restu Dwicahyani