Suara.com - Yunita Sari (25) tersangka pencabulan 17 anak di Jambi memiliki kelainan seksual yakni hiperseks. Yunita sendiri memberi pengakuan dirinya diperkosa oleh anak-anak di bawah umur.
Kenyataannya, Yunita ditahan setelah memaksa 10 anak laki-laki memegang payudaranya, serta mengajak mereka melakukan hubungan badan. Tak hanya laki-laki, ia juga menyasar 7 anak perempuan yang menjadi korban aksi cabulnya.
Yunita memaksa anak-anak perempuan itu untuk membesarkan payudara mereka dengan menggunakan pompa ASI. Tercatat, ia telah mencabuli 17 anak.
Sosoknya sendiri merupakan pemilik rental playstation di kediamannya di Jambi. Aksi lain yang dilakukannya yakni mengajak anak menonton video porno, menyaksikannya berhubungan intim bersama suami dengan cara mengintip di sebuah jendela di rumahnya.
Paksaan tersebut tidak berupa kekerasan, tetapi dengan rental Playstation. Hal ini juga didukung oleh pernyataan sang suami yang selalu diajak berhubungan badan setiap hari. Sontak, seluruh aksinya itu membuat Yunita diduga mengalami hiperseks.
Merujuk alodokter.com, hiperseks merupakan bentuk kelainan seksual. Penderita mengalami gairah, fantasi, kecanduan seksual yang sulit dikendalikan.
Gangguan ini berdampak pada kesehatan, kehidupan sehari-hari, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Pada wanita, kondisi tersebut disebut nimfomania, sedangkan jika pria yakni satiriasis.
Hiperseks memiliki beragam tanda yang dapat menentukannya. Tanda tersebut seperti dorongan atau hasrat yang tak terbendung dalam hal seksual, memiliki pasangan lebih dari satu, sering berganti pasangan.
Tanda lainnya yakni mengonsumsi konten pornografi secara terus menerus, mempraktikkan hubungan seks yang tidak aman, sering menggunakan jasa pekerja seks komersial.
Ditambah sering merangsang diri sendiri, sering melihat aktivitas seksual yang dilakukan orang lain, dan perbuatan seksual dijadikan pelarian masalah.
Apabila gejala tersebut berlangsung selama lebih dari 6 (enam) bulan, maka seseorang tersebut dapat dikatakan demikian. Penderita pun harus menjalani perawatan berupa terapi perilaku.
Perilaku tersebut dapat berupa kegiatan positif lain tanpa ada kaitannya dengan hubungan seksual. Para penderita harus dialihkan pikirannya dari hal yang berbau seksual. Perlahan, para penderita akan mampu menguasai pemikiran mereka.
Terapi perilaku ini dapat didampingi dengan obat-obatan yang diperlukan, dukungan dari orang sekitar, obat pereda cemas, obat anti depresan, dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan kasus di atas, Yunita sebelumnya diduga mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah diperiksa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi, Yunita tidak mengalami gangguan kejiwaan.
Kondisinya yang normal itu membuatnya dapat dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pencabulan terhadap anak. Setelah adanya surat dari rumah sakit, terhadap Yunita pun diterbitkan surat penahanan.
Kontributor : Annisa Fianni Sisma