Suara.com - Glaukoma banyak terjadi pada mereka yang berusia 40 tahun ke atas. Namun, bukan berarti anak-anak tak berisiko mengalami penyakit mata kronis, yang dapat menyebabkan kebutaan permanen pada penderitanya ini.
Dokter Subspesialis Glaukoma serta Kepala Divisi Riset dan Pendidikan JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Rini Sulastiwaty Situmorang, SpM menjelaskan glaukoma adalah kerusakan di saraf mata akibat penumpukan cairan bola mata yang tidak dapat mengalir dengan baik.
"Glaukoma dibagi menjadi primer dan sekunder. Kalau yang primer, tidak pernah diketahui apa penyebabnya. Sementara yang sekunder, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan glaukoma ini muncul," jelasnya dalam JEC Talks, Kamis (9/3/2023) secara online.
Dokter Subspesialis Glaukoma, dan Ketua JEC Glaucoma Service, JEC Eye Hospitals & Clinics Prof. DR. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), mengatakan glaukoma pada anak terbagi menjadi dua, yakni infantil dan juvenil.
Glaukoma infantil terjadi pada anak-anak di bawah usia 3 tahun hingga bayi yang baru saja dilahirkan, sedangkan juvenil terjadi pada rentang usia 4-35 tahun. Penyebabnya pun kata dia berbeda.
"Pada glaukoma infantil, kami menyebutnya glaukoma developmental, di mana memang bawaan dari lahir, organ pada jaringan mata yang tidak terbentuk sempurna, sehingga membuat cairan si dalam bola mata itu tidak keluar. Seperti keran, jadi pada anak di bawah tiga tahun (invantil) kerannya tidak terbentuk dengan baik," jelas dia.
Gejalanya sendiri bisa dilihat dari keluar air mata berlebihannya, sensitif terhadap cahaya silau, kejang kelopak mata (disebut juga blefarospasme) hingga ukuran mata lebih besar dari kondisi normal.
Sementara pada glaukoma juvenile, penyebabnya justru bisa terjadi karena sekunder, di mana biasanya mereka memneli obat tetes mata sembarangan saat mata terasa merah atau gatal. Ternyata obat tetes mata tersebut memgandung steroid di dalamnya yang mereka pakai setiap hari karena sudah merasa nyaman.
"Karena rasanya nyaman pakai terus jadi tekanan bola matanya makin tinggi. Ini yang menyebabkan awalnya glaukoma," pungkas dia.
Tekanan di dalam bola mata ini lambat laun membuat penglihatan kabur pada penderita glaukoma sudut terbuka, serta sering sakit kepala berat, nyeri mata, dan mata merah pada glaukoma sudut tertutup.
Karenanya, lanjut dia, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin sangatlah krusial agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah.
Metode pengobatan glaukoma tergantung pada seberapa parah kondisinya. Salah satunya adalah melalui operasi implan glaukoma merupakan prosedur bedah untuk menurunkan tekanan dalam bola mata pada pasien glaukoma yang bisa dilakukan dari usia bayi hingga orang dewasa.
Operasi ini, kata Dr. Rini dapat menjadi pilihan utama bagi pasien glaukoma dengan tekanan bola mata yang tetap tidak terkontrol, atau terjadi kerusakan saraf mata yang berat, dan sudah tidak mampu merespons terapi lainnya.
"Prosedur implan glaukoma melibatkan pemasangan implan kecil di dalam mata (berupa tabung silikon kecil/trabekular mikro) untuk membantu mengalirkan cairan agar keluar dari bola mata dan menurunkan tekanan intraokular," jelas dia.