Layanan Cuci Darah Bagi Pasien Gagal Ginjal dengan BPJS Perlu Peningkatan, Ini Saran dari Dokter

Rabu, 15 Februari 2023 | 22:23 WIB
Layanan Cuci Darah Bagi Pasien Gagal Ginjal dengan BPJS Perlu Peningkatan, Ini Saran dari Dokter
Alat-alat yang digunakan saat cuci darah, termasuk mesin dialisis, tabung, dan selang. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gagal ginjal termasuk penyakit serius yang jadi salah satu prioritas Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes bahwa kejadian gagal ginjal kronik meningkat dari 0,2 persen pada 2013 menjadi 0,38 persen pada 2018.

Terapi pengobatan yang cukup banyak dilakukan para pasien gagal ginjal berupa dialisis atau lebih dikenal dengan istilah cuci darah. Terapi itu sebagai proses pengganti ginjal untuk membuang hasil metabolik atau kelebihan cairan tubuh dan memperbaiki asam basa tubuh.

Walaupun biayanya telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan, tetapi layanan yang diberikan dinilai masih kurang bagus.

"Hingga saat ini, implementasi program BPJS masih perlu untuk terus dikembangkan dan ditingkatkan dari berbagai sisi. Beberapa yang perlu diperhatikan misalnya terkait aturan teknis pelayanan kesehatan, pelayanan obat, hingga teknis dalam pelaksanaan terapi tertentu, salah satunya dialisis pada pasien gagal ginjal kronik," kata Penasehat Yayasan Jaga GinjaI Indonesia (JGI) dr. Jonny, SpPD-KGH, MKes, MM, DCN., dalam siaran tertulisnya, Rabu (15/2/2023).

Baca Juga: Anak Gus Miftah Menangis karena Servis Amatiran di Rumah Sakit Bergensi di Yogyakarta

Ilustrasi gagal ginjal akut. (unsplash)
Ilustrasi gagal ginjal. (unsplash)

Padahal, pasien gagal ginjal kronis harus menjalani cuci darah seumur hidup secara rutin. Maka, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien, dr Jonny menyarankan perlu adanya kolaborasi yang baik, khususnya terkait standar pelayanan pada fasilitas kesehatan.

"Penetapan aturan yang lebih ideal perlu dilakukan, salah satunya seperti dikeluarkannya aturan terbaru mengenai tarif pelayanan Kesehatan JKN oleh Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Aturan pada BPjS Kesehatan kepada pasien gagal ginjal akut berupa harus menunggu 7 hari sebelum pemeriksaan ke dokter yang sama, rawat inap hanya 3 hari, perbedaan jenis obat yang diberikan oleh rumah sakit, menurut dr Jonny bisa merugikan pasien gagal ginjal kronis.

"Pada akhirnya pengobatannya pun kurang optimal,” tambahnya.

Untuk itu, JGI mengusulkan untuk menghapuskan rujukan berjenjang bagi pasien yang bersifat tetap, seperti yang tengah menjalani terapi Hemodialisis (HD) maupun Continuous Ambulatory Peritonial Dialysis (CAPD).

Baca Juga: Mereduksi Kewenangan BPJS, FSPMI Aceh Tolak RUU Kesehatan

Selain itu, bagi jenis obat yang digunakan sebaiknya segel dializer single use dibuka di hadapan pasien agar lebih transparan. Untuk dosis obatnya pun harus selalu sesuai dengan yang diresepkan, di mana pun rumah sakitnya.

“Untuk itu, ada baiknya disediakan wadah pengaduan apabila ada pelanggaran dalam pelaksanaan program bantuan layanan kesehatan ini, apalagi bagi pasien dialisis. Karena sejauh ini, salah satu tantangannya adalah transparansi dari berbagai pihak," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI