Suara.com - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengkhawatirkan jika anak tumbuh dalam kondisi stunting. Sebab, kondisi ini dapat menghambat perkembangan fisik dan kecerdasannya. Maka, stunting tengah menjadi masalah serius yang sedang diperhatikan oleh pemerintah.
Budi pun mengingatkan para wanita Indonesia yang telah atau akan menjadi seorang ibu untuk memperhatikan kebutuhan gizi anak. Dengan begitu, anak bisa terhindar dari kebodohan yang seringkali dikaitkan dengan stunting.
"Tidak ada satupun wanita Indonesia yang pengin anaknya bodoh, suaminya bodoh nggak apa-apa tapi anaknya jangan sampai," ungkap Budi dalam agenda Hari Gizi Nasional di BKKBN, Rabu (25/1/2023)
Lantas, apakah stunting memiliki makna yang sama dengan bodoh? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini, mulai dari arti, penyebab, hingga efeknya bagi anak.
Baca Juga: Sepak Terjang Budi Gunadi, Menkes yang Sebut Tak Apa Suami Bodoh Asal Anak Jangan
Arti Stunting
Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak lebih pendek daripada standar usianya. Hal ini diakibatkan oleh kekurangan gizi dalam jangka panjang. Selain itu juga bisa karena malnutrisi yang dialami ibu saat hamil atau anak di masa pertumbuhannya.
Menurut data tahun 2018, jumlah kasus stunting di Indonesia mencapai 30,8%. Menurut WHO, persentase diatas 20 menandakan bahwa negara itu mengalami masalah stunting. Maka, hal ini harus segera ditangani dan diperhatikan oleh pemerintah.
Terkait gejala stunting seringkali tidak disadari, sebab anak hanya diduga memiliki tubuh pendek. Meski begitu, hal ini mulai bisa terlihat saat mereka berusia dua tahun. Diantaranya, berat badan lebih rendah dari standar umum dan pertumbuhannya lambat.
Baca Juga: Upaya Cegah Stunting, Ahli Sebut Konsumsi Ikan Mendukung Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak
Penyebab utama stunting adalah malnutrisi kronis. Kekurangan asupan gizi seperti ini dapat terjadi sejak bayi masih berada di dalam kandungan. Sebab di masa kehamilan, ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisinya.
Selain itu, yang bisa memicu stunting adalah kebutuhan nutrisi anak yang tidak terpenuhi di masa tumbuh kembangnya. Risiko terjangkit stunting kian meningkat apabila anak menderita penyakit yang menghalangi penyerapan nutrisi, seperti TBC.
Kondisi ini juga dapat meningkat jika ibu hamil memiliki beberapa faktor pemicu. Mulai dari perawakan pendek, berat badan yang tidak naik selama hamil, tingkat pendidikan rendah, kemiskinan, dan tinggal di lingkungan yang sulit mengakses air bersih.
Efek Stunting
Stunting pada anak memiliki efek jangka pendek dan panjang. Pada yang berdurasi singkat, kondisi ini akan berdampak terhadap pertumbuhan fisiknya, yakni tinggi di bawah rata-rata anak seusianya.
Tak hanya itu, perkembangan otak pun akan terganggu sehingga bisa menurunkan tingkat kecerdasan anak. Sementara untuk efek stunting jangka panjang, dapat membuat anak rentan terkena beberapa penyakit.
Diantaranya, diabetes, obesitas, kanker, hingga mengalami disabilitas di usia tua. Lalu, efek jangka panjang lainnya adalah menurunkan kualitas SDM suatu negara di masa depan. Sebab, anak-anak merupakan generasi penerus bangsa.
Kembali ke pernyataan Menkes Budi Gunadi Sadikin, mencegah stunting juga tak hanya mencukupi kebutuhan nutrisi sang anak. Orang tua juga perlu rutin mengecek tinggi dan berat badan anak. Jika tidak mengalami kenaikan dalam dua bulan, segera bawa ke posyandu atau puskesmas.
"Jadi ingin saya sampaikan ke ibu-ibu, begitu timbangan anak tidak naik, segera kirim ke puskesmas. Karena kalau disitu diintervensi, 90 persen bisa sembuh. Bapak ibu jangan tunggu anaknya stunting, telat," kata Budi.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti