Pada usia ini, orang tua dapat mengenalkan permainan yang membutuhkan kerja sama serta kemampuan sosialisasi mereka.
4. Usia sekolah
Pada masa-masa ini, orang tua dapat memberikan anak permainan yang merangsang kemampuannya berperan, ketangkasan, hingga kreativitas. Hal ini juga membantu anak lebih efektif dalam belajar hal-hal seusianya.
5. Usia 10-18 tahun
Pada masa ini, orang tua bisa memberikan permainan yang merangsang kecepatan daya pikir, memori, kemampuan perencanaan, penyelesaian masalah, kemampuan untuk mengerti pikiran orang lain, hingga perbaikan regulasi emosinya.
Meski demikian, di sela-sela usia anak tersebut, orang tua juga tetap harus memberikan pendampingan. Menurut Dr. Bernie, orang tua dapat mengajarkan anak-anak hal apa yang boleh dan tidak serta bahaya dari permainan yang dimainkan.
Sementara itu, terkait lato-lato, Dr. Bernie menyarankan agar diberikan pada anak di usia sekolah. Permainan ini juga tidak disarankan kepada balita karena motorik halusnya belum bekerja dengan baik.
“Tentunya melihat kemampuan anak, yang motor halusnya mumpuni, untuk bermain lato-lato. Tentunya bukan balita. Karena kemampuan motoriknya belum baik sehingga mudah menyebabkan dirinya kena bolanya di tangan atau di muka karena kencang terlepas,” jelas Dr. Bernie
“Jadi harus melihat usianya, pada sekolah atau remaja boleh. Tadi saya sampaikan ada pendampingan orang tua. Orang tua harus beri edukasi kepada anak. jelasin bahayanya jadi anak mengerti loh. Kalau terlepas bisa membahayakan diri sendiri. Orang tua harus pendampingan, edukasi, pilih bahannya juga, ” pungkasnya.
Baca Juga: Sempat Disebut Bermakna Aku Yahudi, Ridwan Kamil Buka Suara soal Latto-latto