Suara.com - PT Pfizer Indonesia bakal memasok terapi antiviral oral COVID-19, tablet nirmatrelvir dan tablet ritonavir. Obat yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat/ Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), akan tersedia mulai Januari 2023 di sejumlah rumah sakit swasta dan beberapa apotek di wilayah Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Bali, Medan dan Makassar.
Terapi ini menggunakan Nirmatrelvir, protease inhibitor baru yang dikembangkan di laboratorium Pfizer yang dirancang untuk memblokir aktivitas protease inhibitor (Mpro) utama SARS-CoV-2, enzim yang digandakan oleh virus corona.
“Kami merasa terhormat dapat bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan fasilitas kesehatan swasta untuk mencapai tujuan bersama dalam mengatasi krisis kesehatan masyarakat ini,” ujar Presiden Direktur PT Pfizer Indonesia, Nora T. Siagian dalam keterangannya, Senin, (9/1/2023).
“Terapi oral seperti protease inhibitor dapat membantu mengurangi tingkat keparahan atau timbulnya penyakit pada pasien yang tertular COVID-19. Oleh karena itu, pilihan pengobatan oral dapat menjadi alat penting untuk membantu mengatasi dampak global COVID-19 yang sedang berlangsung.”
Baca Juga: PPKM Dicabut, Pemda DIY Tetap Gratiskan Pengobatan COVID-19
Nirmatrelvir/Ritonavir berperan penting dalam membantu mengurangi rawat inap terkait COVID-19 dan kematian pada pasien dengan tingkat risiko yang tinggi. Terapi oral ini saat ini diizinkan untuk penggunaan bersyarat atau darurat di lebih dari 70 negara di seluruh dunia.
Pfizer berkomitmen untuk bekerja menuju kesetaraan akses terhadap pengobatan oral COVID-19 kami, Nirmatrelvir/Ritonavir, untuk pasien berisiko tinggi yang membutuhkan, dengan tujuan untuk memberikan pengobatan oral yang aman dan efektif sesegera mungkin dan dengan harga yang terjangkau.
Jika diizinkan atau disetujui, selama pandemi, Pfizer akan menawarkan terapi oralnya melalui pendekatan penetapan harga berjenjang berdasarkan tingkat pendapatan setiap negara untuk mempromosikan pemerataan akses di seluruh dunia; negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas akan membayar lebih dari negara berpenghasilan rendah.