Suara.com - Wacana Presiden Jokowi melarang penjualan rokok ketengan atau rokok batangan menimbulkan polemik di masyarakat. Namun pakar memastikan bahwa aturan ini bisa mengurangi prevalensi perokok anak atau perokok pemula.
Menurut Pengamat Hukum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Tubagus Haryo bahwa larangan menjual rokok eceran jadi salah satu revisi PP 109 tahun 2012. Rencana revisi PP ini tertuang dalam Keputusan Presiden atau Keppres 25 tahun 2022.
"Jadi beberapa waktu lalu keluar Keppres 25 tahun 2022, Keppres ini di dalamnya ada lampiran, dimana salah satu poin di lampiran itu adalah akan ada revisi PP 109 tahun 2012," ujar Tubagus dalam wawancara dengan awak media beberapa waktu lalu.
Tubagus mengatakan kondisi Indonesia sedang alami peningkatan jumlah prevalensi perokok anak, sehingga pemerintah perlu turun langsung membuat kebijakan yang bisa mencegah anak jadi perokok pemula.
Baca Juga: Fakta Pria Palembang Gagal Nikah: Gegara Bentak Calon Mertua Perkara Duit Rp700 Ribu
Sedangkan penjualan rokok eceran membuat harga rokok jadi lebih murah dan mudah dibeli pelajar atau anak-anak, apalagi dijual di toko kelontong. Sehingga pelajar bisa membeli rokok dengan uang saku pemberian orangtuanya.
Hasilnya karena kecanduan, anak yang sudah terpapar rokok jadi ketagihan dan jadi sulit berhenti, sehingga hingga dewasa ia jadi perokok dan membahayakan kesehatannya di masa depan.
"Karena akhirnya rokok menjadi murah dan itu bisa diakses oleh minor people (kaum minoritas) termasuk para pelajar, anak-anak, remaja, bahkan orang-orang yang kurang beruntung, dalam hal ini penerima BLT dan sebagainya, itu bisa mengaksesnya secara ketengan," ungkap Tubagus.
Sehingga Tubagus mendukung penuh revisi PP 109 tahun 2012, karena dalam peraturan pemerintah (PP) sebelumnya tidak mengatur penjualan rokok ketengan, iklan rokok di media massa online dan media sosial, termasuk aturan rokok elektrik yang sama bahayanya dengan rokok konvensional atau rokok kretek.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari bahwa melarang penjualan rokok batangan bisa jadi salah satu cara mencegah anak jadi perokok. Apalagi data Riskesdas menunjukan perokok anak meningkat dari 7,2 persen di 2013 bertambah menjadi 9,1 persen di 2018.
"Pelarangan penjualan rokok batangan akan menjauhkan akses anak terhadap rokok, karena selama ini, dengan diperbolehkannya penjualan rokok batangan, anak mudah mengakses rokok karena harganya yang murah," tegas Lisda.