Suara.com - Bertambah lagi dua pemain Timnas Prancis diduga terkena flu unta atau flu Arab. Padahal tim tersebut harus melawan Timnas Argentina di final Piala Dunia 2022 di Qatar pada Minggu, (17/12/2022). Dampaknya tidak sedikit masyarakat yang mencari tahu fakta flu unta.
Dua pemain Timnas yang baru jatuh sakit itu dibenarkan pelatih timnas Prancis, Didier Deschamps, keduanya adalah bek tengah Prancis Raphael Varane dan Ibrahima Konate yang terancam tidak bisa berlaga saat final.
"Kami memiliki beberapa kasus gejala mirip flu. Kami berusaha untuk berhati-hati agar tidak menyebar dan para pemain telah bermain di lapangan, dan jelas kekebalan tubuh menurun," ujar Deschamps, mengutip Metro.Co.Uk, Sabtu (17/12/2022).
Varane dan Konate jatuh sakit setelah melawan Maroko, dan sebelumnya Kingsley Coman, Dayot Upamecano, dan Adrien Rabiot sudah lebih dulu jatuh sakit dan tidak setelah melawan Inggris.
Baca Juga: Diduga Menyerang Pemain Timnas Prancis Jelang Final Piala Dunia, Apa Itu Flu Unta?
Menurut Deschamps, kondisi pemainnya drop selain karena lelah usai bertanding, ditambah suhu di Doha, Ibu Kota Qatar yang menurun alias lebih dingin, AC di kamar pemain juga menyala sepanjang waktu, sehingga kekebalan tubuhnya menurun.
"Kami melakukan semua tindakan pencegahan sebisa mungkin. Kami juga berusaha agar virus tidak menyebar dan menular, salah satunya dengan memisahkan dia (Upamecano) dari yang lain dan juga Adrien (Rabiot yang lebih dulu sakit)," papar Deschamps.
Sementara itu melihat fenomena ini, mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama menyampaikan 7 fakta menarik flu unta, seperti sebagai berikut:
1. Masih Satu Keluarga Covid-19
Menurut Prof. Tjandra, flu unta atau Middle East Respiratory Syndrome (MERS) disebabkan oleh virus korona, sehingga masih satu keluarga dengan penyebab Covid-19 saat ini, dan juga serupa seperti SARS di 2003 lalu.
Baca Juga: Flu Unta Serang Skuat Prancis Jelang Final Piala Dunia 2022, Ousmane Dembele: Kami Tidak Takut!
2. Risiko Kematian Lebih Tinggi dari Covid-19
Prof. Tjandra mengatakan angka kematian MERS pada kasus yang dilaporkan ke WHO yakni 35%. Sehingga jauh lebih tinggi dari Covid-19 yang angka kematiannya sekitar 2 sampai 3%.
3. Pernah Sebabkan Wabah atau Outbreak
Beberapa negara Asia pernah melaporkan kasus MERS ini, seperti di Malaysia, Thailand dan khusus Korea Selatan pernah disebut sebagai outbreak terbesar di luar wilayah Arab.
4. Punya Dua Cara Penularan
Penularannya ada dua jenis, dari unta ke manusia yang disebut sebagai zoonosis dan juga penularan antar manusia, melalui droplet atau air liur dari bersin, batuk, berbicara hingga partikel kecil di udara.
5. Gejala Seperti MERS
Selaiknya sakit flu, maka gejala penyakit ini meliputi demam, batuk dan sesak napas, yang berisiko berlanjut jadi pneumonia atau peradangan paru, yang tidak pada semua kasus.
6. Belum Ada Obat dan Vaksin
Tidak seperti Covid-19 yang sudah ditemukan vaksin dan obatnya, maka untuk penyakit ini belum ada obat dan vaksin spesifik untuk MERS. Penanganan pasien selaiknya penanganan pasien penyakit infeksi paru secara umum.
7. Tidak Ditetapkan Sebagai Penyakit Darurat
"Pada 2014 dan 2015 saya adalah anggota Emergency Committee WHO tentang MERS ini, dan kami memang tidak menyatakan MERS sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)," tutup Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu.