Sementara di trimester ketiga, ibu hamil kerap stres terkait proses persalinan yang akan ditempuhnya kelak. Walau hormon berperan besar, kesedihan pada ibu hamil tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
“Dampak secara tidak langsung itu ada, ya. Contohnya, ibu-ibu yang bersedih berkepanjangan berpotensi mengalami persalinan prematur. Bisa juga, anaknya kecil. Kita istilahkan BBLR (bayi berat lahir rendah),” ungkap dr. Dara.
Saat para ibu hamil sedih dan banyak pikiran, mereka bisa jadi malas makan atau makan tidak teratur. Akibatnya, janin menjadi kekurangan nutrisi lalu mengalami BBLR. Ada pula yang sampai tidak menjaga kebersihan diri, yang berisiko tubuh terpapar banyak bakteri.
Bakteri pun bisa masuk dari vagina ke dalam rahim, lalu menginfeksi selaput ketuban, yang memperbesar potensi mengalami ketuban pecah dini dan persalinan prematur.
Setelah Melahirkan, Kebahagiaan Ibu Juga Perlu Diperhatikan
Setelah melahirkan pun kondisi psikis ibu tidak boleh diabaikan. Jika selama hamil hormon ibu mendadak meningkat, maka seusai bersalin hormon mendadak menurun, yang membuat perasaan jadi tidak menentu. Kondisi ini kita kenal dengan baby blues.
Dari 1.259 partisipan survei Teman Bumil yang memiliki anak 0-5 tahun, sebanyak 44,3% mengatakan mereka mengalami baby blues. Baby blues, tutur dr. Dara, bisa terjadi 2-3 hari setelah melahirkan lalu berlanjut hingga kurang lebih 2 minggu. Normalnya ini akan hilang.
Namun bila diabaikan, dapat berlanjut menjadi depresi postpartum. Ini cukup berbahaya karena ibu dapat melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri maupun sang Anak.
Pentingnya Support System agar Ibu Bahagia

Berdasarkan survei yang dihimpun oleh Teman Bumil, 92,8% ibu hamil butuh dukungan suami dan orang terdekat agar bahagia selama menjalani kandungannya.