5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tegas Menolak RUU Kesehatan Omnibus Law

Sabtu, 05 November 2022 | 20:49 WIB
5 Organisasi Profesi Medis di NTB Tegas Menolak RUU Kesehatan Omnibus Law
Perwakilan 5 organisasi profesi medis di NTB (Istimewa/Dok.Humas)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penolakan terkait RUU Kesehatan (Omnibus Law) terus berdatangan. Terbaru, penolakan muncul dari 5 organisasi profesi medis dan kesehatan wilayah NTB yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada Sabtu (5/11/2022).

Pernyataan penolakan ini ramai dilakukan usai Badan Legislatif DPR tiba-tiba menetapkan RUU Sistem Kesehatan Nasional yang di dalamnya menghapus keberadaan UU Profesi Kesehatan. Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Provinsi NTB, apt. Drs. Agus Supriyanto menyatakan bahwa OP Kesehatan tidak pernah memperoleh informasi ataupun diajak terlibat dalam diskusi mengenai RUU Kesehatan ini.

Demikian juga dengan pemerintah daerah maupun dinas kesehatan Setempat juga tidak mengetahui hal ini. Padahal, keberadaan OP kesehatan membantu tugas pemerintah dan dinkes daerah terutama dalam pemeriksaan latar belakang anggota, penanganan etik, dan lain-lain.

Menurut Dr. dr Rohadi, SpBS(K), Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), penghapusan UU Profesi dan pengembangan RUU Kesehatan justru akan menimbulkan efek beragam.

Baca Juga: 5 Organisasi Profesi Dokter Tolak RUU Kesehatan, Apa Sih Argumennya?

"Penghilangan UU Profesi ini tidak hanya berpotensi negatif pada organisasi profesi, namun terutama pada masyarakat, karena dalam hal ini masyarakat lah yang pada akhirnya merasakan efek terbesar dari penghapusan UU tersebut,” ungkapnya.

Sejalan dengan pernyataan dr. Rohadi, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia Wilayah NTB drg. Bagio Ariyogo Murdjani menjelaskan ada beberapa alasan khusus mengapa UU Profesi sebaiknya tidak dihapuskan dan digabung dalam RUU Kesehatan.

“Hal ini dikarenakan profesi dokter, dokter gigi, perawat, apoteker dan bidan menyangkut pada hak pasien. Selain itu adanya faktor resiko, penerapan teknolog dan kepastian hukum, keadilan, dan keselamatan pasien juga menjadi pertimbangan," ungkapnya.

Selain itu, RUU ini dianggap belum menjadi prioritas untuk ditetapkan. Di wilayah NTB saja, ada banyak kondisi kesehatan yang lebih membutuhkan perhatian segera oleh pemerintah pusat.

Selama ini, organisasi profesi dan pemerintah kesehatan setempat telah mengupayakan terbaik dan saling bersinergi untuk mengatasi minimnya perhatian pemerintah pusat terhadap kondisi tersebut.

Baca Juga: Berpotensi Ciderai UU Keperawatan, PPNI Sumbar Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law

"Kami mendukung perbaikan sistem kesehatan yang terdapat dalam RUU tersebut, terutama dalam hal pemerataan dokter spesialis untuk daerah-daerah. Saat ini hanya sekitar 14 persen dokter yang dapat diserap pemerintah. Namun sayangnya sektor kesehatan swasta belum dikembangkan sepenuhnya," tambah dr. Rohadi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI