Suara.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis 198 daftar obat sirup aman dan dipastikan tidak mengandung pelarut tercemar etilen glikol dan dietilen glikol, penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Muncul pertanyaan, bagaimana dengan surat edaran larangan peresepan dan penjualan obat sirup yang diterbitkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ke seluruh apotek dan rumah sakit?
Menjawab pertanyaan ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. M Syahril mengatakan, pihak Kemenkes sudah memberikan surat edaran terkait 198 obat yang dinyatakan aman kepada fasilitas kesehatan.
“Kemenkes sudah membuat surat edaran kepada seluruh fasilitas kesehatan, termasuk dokter dan apotek, ada 198 obat yang aman digunakan sesuai pemenuhan dan rekomendasi Badan POM,” ujar dr. Syahril dalam konferensi pers, Selasa (1/11/2022).
Baca Juga: Bareskrim Polri Tingkatkan Kasus Gangguan Ginjal Akut dari Penyelidikan ke Penyidikan
Meski sudah banyak jumlah yang dinyatakan aman, kebijakan pelarangan obat sirup hingga saat ini belum bisa dicabut.
Berdasarkan keterangan dr. Syahril, hal ini disesuaikan dengan pemeriksaan obat yang dilakukan BPOM. Apalagi, jumlah obat sirup yang diperiksa cukup banyak.
“Kalau bisa kita berusaha secepat mungkin larangan ini kita cabut seiring juga dengan Badan POM melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, karena banyak sekali obat sirup itu yang memang harus diperiksa semua,” jelas dr. Syahril.
Ia menambahkan, akan lebih baik jika benar-benar bisa dipastikan obat yang aman apa saja. Menurut dr.Syahril jika hanya sebagian justru itu belum tentu terjamin kesehatannya.
“Jangan sampai nanti kita hanya memeriksa sebagian atau hanya sedikit jadi betul-betul kita ingin semuanya aman dan kita akan cabut larangan itu,” sambungnya.
Baca Juga: Polisi Bakal Libatkan BPOM Dalam Gelar Perkara Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Untuk, obat-obat yang diperiksa juga tidak hanya yang sempat digunakan para penderita gangguan ginjal akut. Namun, obat-obat sirup lainnya juga diperiksa untuk memastikan keamanannya. Oleh sebab itu, hingga saat ini pihak BPOM masih terus melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
“Kita sebetulnya hanya merujuk pada sebuah obat sirup atau obat cair artinya, rekomendasi kita disampaikan ke Badan POM, semua obat sirup yang diduga ada etilen glikol dan dietilen glikol itu dijadikan prioritas,” jelas dr. Syahril.
“Tentu saja yang 102 kita dapat itu yang diminum itu, yang diminum pasien gangguan ginjal akut. Sementara di luar 102 bisa saja terjadi apabila dia masuk ke dalam kategori sirup, maka kita masih harus memeriksa kembali di Badan POM,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, dr. Syahril menuturkan larangan peresepan dan penjualan obat sirup menurunkan laporan kasus gagal ginjal akut dan gangguan ginjal akut pada anak.
“Sejak 18 Oktober 2022 mengumumkan larangan obat sirup cair, sejak itu kasus penambahannya tidak terlalu banyak dan angka kematian menurun,” ucap dr. Syahril.
Hingga per 1 November, jumlah kasus gangguan ginjal akut yaitu 304. Sebanyak 159 anak meninggal dunia, 99 sembuh, dan 46 lainnya masih menjalani perawatan.
Untuk pasien yang menderita juga didominasi pada anak usia 1-5 tahun yaitu 173 kasus. Sementara untuk pasien di bawah 1 tahun yaitu 46 kasus. Untuk pasien 6-10 tahun 43 kasus dan sebanyak 42 kasus untuk pasien berusia 11-16 tahun.
Sementara untuk pengobatan gangguan ginjal akut saat ini diberikan obat antidotum Fomepizole. Berdasarkan penjelasan dr. Syahril, sebanyak 146 vial obat Fomepizole telah didistribusikan ke 17 rumah sakit rujukan.
Obat Fomepizole ini dipercaya dapat membantu mengurangi gejala dan menyembuhkan para penderita gangguan ginjal akut. Namun, penggunaan obat ini tetap tidak bisa memastikan kesembuhan penderita.
Pasalnya, menurut dr. Syahril untuk penderita yang sudah mengalami stadium 3 akan sangat sulit. Oleh sebab itu, pada dasarnya obat Fomepizole diberikan pada awal sakit.
“Fomepizole ini adalah obat untuk penawar, jadi antidotum terhadap gangguan ginjal akut misterius, sebaiknya diberikan seawal mungkin. Apabila stadium berat sudah sulit. Apalagi jika sudah stadium 3 sudah sulit,” jelas dr. Syahril.