Suara.com - Memiliki pemahaman tentang kegawatdaruratan menjadi satu hal yang penting diketahui oleh tenaga kesehetan di Rumah Sakit. Hal itu karena situasi kegawatdaruratan bisa terjadi kapan saja.
Oleh karena itu, RS Premier Bintaro (RSPB) secara berkala melakukan simulasi kegawatdaruratan untuk menguji kesiapan para petugas rumah sakit jika terjadi suatu kondisi atau kejadian luar biasa. Kali ini RSPB melakukan simulasi bersertifikasi secara besar dengan mengaktifkan 9 kode kegawatdaruratan secara bersamaan.
Dalam keterangannya, simulasi ini melibatkan lebih dari 120 orang karyawan RSPB dengan 30 probandus (orang yang berpura-pura sebagai pasien) dari luka ringan, berat hingga meninggal dunia. Beberapa instansi yang terlibat antara lain, Gegana Korbrimob dan Pemadam Kebakaran Tangerang Selatan.
Adapun 9 Kode kegawatdaruratan yang diaktifkan adalah kode tanggap kejadian luar biasa, tenaga bantuan internal (staff, dokter, perawat dan asset), ancaman bom, ancaman api, ancaman terhadap internal (staff, dokter, perawat dan asset), tanggap henti jantung, bencana internal, evakuasi, dan kode situasi berhasil ditangani.
Baca Juga: Seperti Apa Tahapan Seleksi PPPK Tenaga Kesehatan 2022?
Kronologis dari simulasi ini dimulai dari adanya kecelakaan massal dengan puluhan korban yang dirujuk ke RSPB. Disaat bersamaan terjadi pula ancaman dua buah bom dimana salah satunya meledak dan memakan korban serta mengakibatkan kebakaran dan pemadaman listrik dimana rumah sakit harus melakukan evakuasi pasien yang terkonfirmasi positif covid-19.
Tujuan dari simulasi ini adalah untuk melatih staff rumah sakit baik medis maupun nonmedis agar secara bersama memahami peran dari masing-masing pada situasi gawat darurat. Peran yang diuji antara lain kemampuan dalam mengidentifikasi kegawatdaruratan, menyampaikan informasi kegawatdaruratan, melaksanakan prinsip kegawatdaruratan sesuai dengan prosedur tanggap darurat dan juga kemampuan menggunakan asset dalam penanganan kegawatdaruratan.
“Kami secara berkala menguji kesiapan para tenaga rumah sakit kami. Semua petugas di RSPB telah dilatih, namun kami perlu memastikan bahwa mereka semua siap dan tanggap dalam memberikan respon pada informasi kegawatdaruratan dengan seragam, tanpa menyebabkan kepanikan yang tidak perlu sehingga mereka secara sadar bisa melakukan tindakan pengendalian terhadap bahaya yang terjadi," ujar dr. Martha M.L. Siahaan, MARS, MH.Kes, CEO RSPB, dalam keterangannya.
“Kami belajar dari tragedi Kanjuruhan dan sangat berempati serta berbelasungkawa kepada seluruh korban dari kejadian tersebut. kami tentu tidak berharap hal itu terjadi disekitar kami, namun dari itu kami selaku fasilitas kesehatan berkaca diri dan belajar bagaimana agar selalu tanggap dan berperan semaksimal mungkin jika hal seperti itu terjadi. Simulasi ini juga kami lakukan agar kami selalu dapat melindungi dan menjamin keselamatan setiap orang yang berada dalam lingkungan RSPB,” jelas dr. Martha.
Dr. Martha menambahkan, “dengan pelatihan tanggap darurat secara berkala bukan hanya melatih setiap pekerja di RSPB tetapi juga membentuk ketangguhan mental dan melatih cara berpikir karyawan ketika menghadapi situasi yang darurat.”
Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Lantik 3.070 PNS Baru, Mayoritas Nakes dan Guru