Suara.com - Masa menopause, kondisi alamiah yang akan dihadapi oleh setiap perempuan menyebabkan perubahan hormon yang gejala-gejalanya dapat menganggu produktivitas, serta menurunkan kualitas hidup.
Perempuan dalam masa menopause, jelas Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Dr. dr. Natalia Widiasih, Sp.KJ (K}, MPd.Ked, rentan mengalami penurunan daya berpikir (fungsi kognitif), khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi demensia di kemudian hari.
Hal tersebut, lanjut dia ada hubungannya dengan produksi estrogen yang berperan dalam mediasi neurotransmitter di korteks prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel.
"Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yattu bentuk energi yang dibutuhkan sel. Penurunan kadar estrogen saat menopause, mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria," jelasnya dalam acara peluncuran kampanye dengan tema "Cognition and Mood" oleh Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA), Rabu (19/10/2022).
Baca Juga: Perlu Kamu Tahu! Jenis-Jenis Depresi
Inilah, kata dr. Natalia, yang menyebabkan adanya penurunan metabolisme otak, deposisi beta amuloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fiuktuatif
Ia menambahkan, penurunan hormon estrogen memegang peranan penting dalam perubahan mood, terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neurotransmitter terkait mood, seperti serotonin, dopamine, dan norepinephrine.
Disregulasi dari berbagai neurotransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah (fatigue).
"Perubahan mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan, jelasnya, ditandai dengan perasaan gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak napas," ujarnya.
Baca Juga: Ribuan Wanita di Simeulue Masuk Masa Menopause
Sementara, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup. Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya (negative body image).
“Berbagai faktor lain seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood,” jelas dr. Natalia.
Karena itu, hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stress akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini. Peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause.
Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause misalnya, pasangan perlu saling mengkomunikasikan ekspektasi satu sama lain terkait hubungan seksual. Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi.
Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan dan ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini.