Suara.com - Memasuki musim hujan, masyarakat Indonesia perlu mewaspadai peningkatan kasus DBD alias demam berdarah dengue. Dokter mengatakan salah satu sebabnya adalah banyaknya genangan air di sekitar pemukiman penduduk.
Dokter spesialis anak dari FKUI-RSCM Prof Dr dr Hindra Irawan Satari, Sp.A(K). Menurutntmya, nyamuk Aedes aegypti menempatkan telur pada air jernih yang tergenang, tak terkena sinar matahari dan tidak berhubungan dengan tanah.
"Nyamuk ini hidup di daerah tropis, kelembapan tinggi, ada air tergenang, tak terkena sinar matahari, serta tidak berhubungan dengan tanah. Di musim hujan, air jernih yang tergenang lebih banyak dan dia multi-bite atau menggigit berkali-kali," jelasnya dalam diskusi media Takeda bertajuk “Waspada Penyebaran Dengue di Tengah Musim Hujan” yang digelar daring, Senin (17/10/2022).
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ("Kemenkes RI") menunjukkan bahwa pada minggu ke-36 di bulan September 2022, jumlah konfirmasi terpapar DBD di Indonesia tercatat sebanyak 87.501 kasus dan jumlah kematian akibat DBD mencapai 816 kematian.
Baca Juga: Awas! Pasien Demam Berdarah Dengue Berisiko Alami Lelah Berkepanjangan
Memasuki kuartal terakhir 2022, penyebaran penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini diperkirakan akan memuncak saat curah hujan mulai tinggi sekitar bulan Oktober hingga November.
Meski jumlah kasus DBD pada musim penghujan meningkat, pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Rumah Sakit Dr. Cipto Mangungkusumo, Dr dr Erni Juwita Nelwan, PhD, SpPD, K-PTI mengatakan bahwa sebenarnya penyebaran penyakit ini bisa sepanjang tahun.
"Karena sejak 10 tahun terakhir terjadi perubahan iklim, maka wabah demam berdarah tidak lagi dengan siklus akibat ada naik turun curah hujan sepanjang waktu," kata Dr dr Erni Juwita di kesempatan yang sama.
Apalagi, kata dia saat musim panas, nyamuk biasanya akan bertelur, dan menaruh telur-telurnya yang tahan terhadap kerusakan dan perubahan lingkungan. Saat musim penghujan datang, telur itulah yang kemudian menetas menjadi nyamuk dewasa, yang jumlahnya dapat meningkat dengan sangat banyak.
Oleh karena itu, hal ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Karena pada dasarnya penyakit ini sangat berbahaya bagi siapa saja tanpa memandang umur, tempat tinggal maupun gaya hidup.
Baca Juga: Hati-hati, Pasien DBD Berisiko Alami Lelah Berkepanjangan
Menurut data Kemenkes RI, kasus dengue di Indonesia secara umum paling banyak terjadi pada golongan umur 14-44 tahun, yaitu sebanyak 39,96 persen dan umur 5-14 tahun yaitu sebanyak 35,61 persen.
“Gejala yang dapat dirasakan saat terkena infeksi virus dengue, demam mendadak tinggi disertai sakit kepala dan linu atau nyeri pada otot dan tulang. Apabila tidak segera dipastikan penyebabnya, maka akan menyebabkan komplikasi seperti syok atau perdarahan. Bahkan dapat menyebabkan kematian,” kata dr. Erni.
Oleh karena itu, lanjut dia, penting sekali seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan dengue, melalui 3M plus, hingga vaksinasi dengue.