Suara.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) memastikan gas air mata polisi jadi penyebab utama ratusan korban meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Korban luka dan meninggal dunia juga dipastikan berdesakan setelah gas air mata ditembakam aparat di dalam lapangan stadion Kanjuruhan.
"Kematian massal itu terutama disebabkan oleh gas air mata," kata Ketua TGIPF Mahfud MD saat jumpa pers yang disiarkan lewat akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (14/10/2022).
Gas air mata umumnya digunakan aparat untuk mengontrol kerusuhan. Tapi gas ini tidak hanya terdiri dari satu bahan kimia, tapi terdiri dari berbagai jenis bahan kimia.
Mengutip Hello Sehat, gas air mata umumnya tidak mematikan, tapi beberapa agennya beracun dan bisa memicu peradangan pada kulit, selaput lendir mata, hidung, mulut, serta paru-paru.
Efek semprotan gas biasanya dapat mulai terasa dalam 30 detik setelah kontak pertama.
Gejala efek gas air mata seperti sensasi panas terbakar di mata, produksi air mata berlebihan, penglihatan kabur, kesulitan bernapas, nyeri dada, air liur berlebihan, iritasi kulit, bersin, batuk, hidung berair, sensasi tenggorokan tercekik, disorientasi, dan perubahan emosional drastis seperti kebingungan, kepanikan, dan kemarahan intens.
Mereka yang mengalami kontaminasi berat juga dapat menderita muntah-muntah dan diare. Efek disorientasi dan kebingungan mungkin tidak sepenuhnya psikologis.
Dalam beberapa kasus, pelarut yang digunakan untuk menyiapkan gas dapat memicu perubahan kerja otak yang menimbulkan reaksi psikologis negatif, dan mungkin lebih beracun dari agen penghasil air matanya itu sendiri.
Baca Juga: Jokowi Minta Polri Lanjutkan Penyelidikan Kasus Tragedi Kanjuruhan