Suara.com - Gangguan ginjal akut misterius mengintai anak-anak di Indonesia. Apa yang harus diketahui orangtua tentang penyakit ini?
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan kalau penyakit tersebut mirip dengan acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut. Hanya saja penyebabnya belum diketahui.
Sebab, pada AKI biasanya disebabkan karena kelainan ginjal sejak lahir atau pun disebabkan infeksi. Sedangkan pada gagal ginjal akut misterius ini belum bisa dipastikan penyebabnya.
"Apakah ini terkait dengan obat-obatan batuk, pilek, atau lainnya? Ini masih hal yang perlu kita dalami lebih lanjut. Yang jelas angka kematiannya cukup tinggi. Orang tua tetap waspada, cuma tidak panik berlebihan," kata Ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K)., dalam konferensi pers virtual, Selasa (11/10/2022).
IDAI mencatat, sejak Januari 2022 hingga 10 Oktober 2022 telah dilaporkan sebanyak 131 anak yang alami gangguan ginjal akut tersebut. Agar orangtua bisa waspada, berikut sejumlah hal yang perlu diketahui tentang penyakit tersebut.
1. Gejala Utama Anak Tidak Buang Air Kecil
Anak-anak yang alami gagal ginjal misterius itu dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak bisa buang air kecil. Sebelumnya, anak juga mengalami gejala infeksi, seperti batuk pilek atau diare dan muntah.
Menurut Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI dr. Eka Laksmi Hidayati, SpA(K)., gejala infeksi seperti itu sebenarnya umum terjadi pada anak dan secara teori jarang sampai menyebabkan gagal ginjal akut.
"Jadi itu yang membuat kami heran, dia hanya beberapa hari timbul batuk pilek, diare atau muntah, dan demam. Kemudian dalam 3 sampai 5 hari mendadak tidak ada urine, jadi tidak bisa buang air kecil, betul-betul hilang sama sekali," kata dokter Eka.
Baca Juga: Waduh! IDAI Ungkap 131 Anak Alami Gangguan Ginjal Akut Misterius, Gara-Gara Covid-19?
2. Gangguan Fungsi Tidak Hanya Terjadi di Organ Ginjal
Kerusakan fungsi tidak hanya terjadi di ginjal. Hasil pengamatan para dokter, gejala klinis dalam perjalanannya di rumah sakit para pasien juga mengalami peradangan di banyak organ.
Dokter Eka menyampaikan bahwa ada tanda-tanda peradangan di hati. Kemudian juga gangguan dalam sistem darah, seperti kekentalan atau penggumpalan darah yang berlebihan. Dalam perjalanan pengobatan selama di rumah sakit, anak juga terjadi penurunan kesadaran.
3. Tidak Ada Sumbatan Pada Saluran Kencing
Penyebab tidak buang air kecil pada anak-anak tersebut ternyata bukan disebabkan adanya sumbatan pada saluran kencing. Melainkan memang ginjalnya tidak memproduksi air kencing sama sekali, sehingga tidak ada yang dikeluarkan.
"Kami sudah memasang kateter pada anak, tapi tetap kering. Dan kami juga melihat di USG tidak ada produksi urine, tidak ada sumbatan yang mungkin bisa menghambat pengeluaran urine. Jadi itu adalah hal yang berbeda," kata dokter Eka.
Apabila ada sumbatan karena kelainan bentuk, kelainan bawaan, atau pun tumor di luar ginjal yang kemudian menghambat aliran urine, dengan pemeriksaan USG seharusnya kondisi tersebut bisa ditemukan.
4. Tidak Ada Indikasi Infeksi Tertentu
Dokter mencari berbagai panel infeksi dari segala macam virus dan bakteri yang kemungkinan jadi penyebab gagal ginjal akut tersebut. Tes dilakukan dengan swab tenggorok seperti saat tes Covid-19.
Namun, kata dokter Eka, tidak didapatkan infeksi virus yang seragam pada anak-anak tersebut.
"Ada beberapa yang virusnya a, b, c, sehingga tidak bisa disimpulkan penyebabnya adalah satu virus tersebut," katanya.
"Kemudian kami juga lakukan suatu rektal dari anus untuk mencari infeksi yang biasa menyebabkan diare atau infeksi pencernaan, itu juga kami tidak mendapatkan virus yang konsisten. Sehingga tidak bisa menyebutkan kalau ini mengarah ke infeksi tertentu," tambah dokter Eka.
5. Beberapa Pasien Ada yang Sembuh Total, Ada Juga yang Harus Cuci Darah
Dokter Eka menyampaikan bahwa ada beberapa pasien yang sembuh total dan gi jalnya berfungsi normal kembali. Tetapi, ada pula yang harus dilakukan cuci darah karena ginjal tidak kunjung produksi urine selama perawatan di rumah sakit.
Pasien yang tidak ada urine kemudian dilakukan terapi obat atau cairan yang untuk merangsang produksi urine ada lagi. Artinya, kata dokter Eka, dokter hanya memberikan pengobatan konservatif tanpa terapi cuci darah. Tetapi apabila pasien sudah diberikan obat tetap tidak ada urine, maka akan dilakukan cuci darah hemodialisis.
6. Tindakan yang Bisa Dilakukan Orang Tua
Lantaran akar masalah dari penyakit tersebut belum diketahui, dokter Eka berpesan kepada orang tua agar jangan mengabaikan bila volume buang air kecil anak tiba-tiba berkurang drastis. Sebelum itu, apabila anak alami gejala batuk pilek, panas, diare, hingga muntah harus selalu dipantau produksi urine anaknya. Bila ada penurunan, maka harus segera dibawa ke rumah sakit.