Suara.com - Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2022 atau World Mental Health Day diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Tahun ini, Indonesia masih dibayangi belenggu kasus pasung berulang bagi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Belum selesainya Indonesia dengan pemasungan ODGJ, karena dianggap sebagai aib, takut mengganggu, hingga keluarga tidak punya waktu mengurus, kasus pasung berulang masih saja terjadi.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. R. Vensya Sitohang, M.Epid mengatakan pasung berulang terjadi karena kondisi ODGJ kembali tidak stabil karena berhenti mengonsumsi obat atau putus obat yang diresepkan oleh dokter.
"ODGJ melukai diri sendiri dan mengganggu orang lain, putus terapi obat dan sebagainya jadi kembali lagi terjadi pemasungan. Jadi masalah ini cukup kompleks untuk memahami faktor terjadinya pasung dan tidak dipasung," papar dr. Vensya saat konferensi pers Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2022 di Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2022).
Baca Juga: Satu Setengah Tahun Hidup di Kandang dengan Kondisi Terbelenggu Rantai, DH Akhirnya Bebas
Vensya menambahkan, banyak ODGJ yang putus obat dan kembali alami pasung berulang, karena oleh keluarga tidak ada yang mengantar ke puskesmas untuk dapat pengobatan.
Termasuk beberapa ODGJ juga tidak mengonsumsi obat teratur karena rendahnya pengawasan dan perawatn dari keluarga.
"Ada pasung berulang sering terjadi, ini semua karena kita sebagai pihak terkait masih belum sama-sama memahami, peran kita masing-masing," sambung Vensya.
Sayangnya tidak banyak masyarakat yang tahu, meski penyakit mental yang dialami ODGJ tidak bisa disembuhkan, tapi gejalanya bisa dikendalikan atau dibuat lebih stabil.
Setelah stabil, mereka cenderung bisa berbaur di masyarakat umum seperti tidak melukai diri sendiri atau tidak mengganggu orang lain, dengan cara ia mengonsumsi obat rutin yang diresepkan dokter sesuai kondisinya.
Baca Juga: Tragis, Masih Banyak Praktik Pemasungan ODGJ di Sukabumi
Mengutip Mayo Clinic, obat-obatan dari psikiater memang tidak bisa menyembuhkan penyakit mental atau ODGJ, tapi bisa memperbaiki gejala dengan signifikan.
Bahkan obat psikiatri bisa membuat perawatan lain seperti psikoterapi jadi lebih efektif. Sehingga ODGJ tidak lagi merasa terus menderita, bahkan bisa menjalani hidupnya jadi lebih bermakna.
Sementara itu berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018, di Indonesia tercatat ODGJ mencapai nyaris 500 ribu orang.
Jumlah ini ODGJ ini mencapai 9,8 persen dari total penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas di 2018.