Suara.com - Kondisi mengerikan yang sebenarnya terjadi di dalam stadion Kanjuruhan, Malang, mulai terungkap. Eko, salah satu suporter yang menyaksikan langsung tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) malam itu menceritakan betapa horornya pemandangan di stadion.
Ia memang tidak menonton langsung di tribun meski memiliki tiket, namun detik-detik mencekam malam itu masih terekam jelas diingatannya. Eko menyaksikan dari luar pintu tribun kalau situasi dalam stadion langsung kacau begitu terdengar tembakan yang diketahui gas air mata.
"Saat itu saya ngopi di warung dekat tribun 10, lalu mendengar gedor pintu, suara jeritan minta tolong. Pertama kali saya lihat perempuan dengan kondisi lemas lalu pingsan," cerita Eko saat dihadiri sebagai saksi mata oleh Federasi Komisi Untuk Orang Hilang untuk Korban Tindak Kekerasan (Federasi KontraS), Senin (3/10/2022).
Sejumlah Aremania bergegas menolong orang-orang yang terjebak tak bisa keluar dari pintu 10. Eko akhirnya mengajak teman-temannya yang lain memeriksa kondisi pintu lainnya.
Baca Juga: Diminta Berkaca pada Azwar Anaz, Iwan Bule Mau Legawa Lengser sebagai Ketum PSSI?
Setibanya di pintu 13, situasi mengerikan juga terjadi. Perempuan, lelaki, bahkan anak-anak yang semuanya memakai atribut Aremania berdesak-desakan dan terperangkap akibat pintu terkunci. Sedangkan dari arah lapangan, masih terdengar suara tembakan gas air mata yang ditujukan ke arah mereka.
Sempat ada yang menyuruh para suporter pergi ke arah tribun agar tidak berdesakan di depan pintu. Tapi itu pun tidak bisa jadi solusi. Sebab polisi juga menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Meski disebut gas air mata dan bentuknya seperti kabut, tapi sebenarnya berupa bubuk dengan kandungan senyawa kimia berupa chloroacetophenone (CN) dan chlorobenzylidenemalononitrile (CS).
Senyawa CS juga sering digunakan di lingkungan militer untuk menguji kecepatan dan kemampuan personel militer saat latihan menggunakan masker gas.
Jika bubuk senyawa kimia itu dilepaskan ke udara dan menjadi kabut halus, manusia akan sangat mudah terkontaminasi lewat kulit, mata, juga pernapasan.
"Itu zat yang mengiritasi semua membran mukosa di mata, hidung, mulut, dan paru-paru," jelas dokter Gia Pratama dikutip dari akun Twitter pribadinya, Selasa (4/10/2022).
Bila muncul gejala batuk, sesak nafas, bahkan juga buta sementara, bisa jadi kontaminasi gas air mata tersebut sudah terlalu besar, imbuhnya.
Kondisi diperparah dengan situasi berdesakan antar penonton yang ingin segera keluar dari stadion. Hal itu bisa jadi sirkulasi udara memburuk.
"Menjadi mematikan jika ribuan orang dengan kondisi seperti itu berusaha keluar melalui pintu yang sama," ucapnya.
Seperti yang disaksikan Eko di pintu 13 stadion Kanjuruhan, Malang. Eko semoat ditolak oleh polisi saat binta bantuan untuj membuka pintu 13.
Ia kemudian bertemu dengan anggota pengamanan pertandingan. Setibanya di pintu tersebut, Eko mengungkapkan kalau dirinya melihat banyak Aremania yang sudah tergeletak tak bernyawa.
Di lantai dekat pintu 13, Eko melihat banyak perempuan dan anak-anak tergeletak bertumpukan, lemas, hingga meregang nyawa.
"Gate 13 banyak anak kecil dan wanita. Itu kuburan massal," ujarnya.
Aremania yang terjebak di Gate 13 akhirnya berupaya keluar paksa dengan menjebol dinding semen, akibat pintu tetap terkunci rapat.