Jalan Panjang Membongkar Belenggu Stigma Terhadap Kondom: Dianggap Tabu Hingga Diancam Kriminalisasi

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Kamis, 29 September 2022 | 10:45 WIB
Jalan Panjang Membongkar Belenggu Stigma Terhadap Kondom: Dianggap Tabu Hingga Diancam Kriminalisasi
Ilustrasi kondom. (Dok: Elements Envanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Saya kira relatif stabil 2,5 persen hingga 3,6 persen,” kata Hasto. 

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memberi keterangan pada wartawan, Rabu (29/6/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memberi keterangan pada wartawan, Rabu (29/6/2022). [Hiskia Andika Weadcaksana / Suarajogja.id]

Data termutakhir menunjukkan hanya 3,12 persen laki-laki di Indonesia yang masih menggunakan kondom. Hasto mengungkapkan bahwa ada sejumlah sebab tingkat partisipasi laki-laki dalam menggunakan kondom mandek dari tahun ke tahun. 

Pertama, Hasto menyadari bahwa pilihan alat kontrasepsi bagi laki-laki tidak sebanyak perempuan. Hingga saat ini hanya terdapat dua yang terbukti efektif, kondom dan vasektomi. Sebagai informasi vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada laki-laki yang dilakukan dengan cara memutus penyaluran sperma ke air mani.

Opsi itu berbeda dengan perempuan yang setidaknya terdapat berbagai pilihan mulai dari pil KB, implan atau susuk, suntik KB, hingga IUD. Terlepas dari perkara pilihan, stigma sosial terkait kondom menurut Hasto jadi pangkal yang bikin laki-laki ogah pakai kondom dan membuat tingkat partisipasinya relatif stagnan. 

“Betul bahwa ada semacam anggapan urusan reproduksi tanggung jawab perempuan,” kata Hasto. 

Menelusuri stigma terhadap kondom 

Seksolog Zoya Amirin Zoya Amirin,M.Psi.,FIAS menyebut bahwa stigma terkait kondom seperti yang Hasto sampaikan, sebagian besar juga dipengaruhi oleh budaya patriarki yang masih cukup kental di masyarakat. Patriarki yang dimaksud Zoya ialah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam dalam berbagai peran sosial. 

Zoya menjelaskan bahwa budaya patriarki yang mengakar membuat laki-laki seolah merasa berhak untuk menentukan bahwa mereka bebas menggunakan kondom atau tidak. Termasuk memutuskan untuk melakukan Coitus Interruptus atau senggama terputus sebagai cara mengendalikan kehamilan. 

Ilustrasi kondom. (Dok: Elements Envanto)
Ilustrasi kondom. (Dok: Elements Envanto)

“Ini kan mengerikan pemikiran yang menganggap bahwa laki-laki sejati mampu melakukan coitus interuptus, bukan bagaimana sebagai laki-laki sejati mampu melakukan seks yang bertanggung jawab,” kata Zoya. 

Baca Juga: Awas! Sex Toys Menularkan Penyakit HIV, Perhatikan ini Agar Tetap Aman

Argumen Zoya juga didukung sebuah studi berjudul ‘Perceptions towards HIV and AIDS, Condom Use and Voluntary Counseling and Testing (VCT) Amongst Students at A Previously Disadvantaged South African Tertiary Institution. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Journal of Human Ecology menyebutkan bahwa banyak hambatan terkait penggunaan kondom erat kaitannya dengan budaya patriarki, yang membuat laki-laki mendominasi, termasuk mendikte penggunaan kondom. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI