Suara.com - Pandemi Covid-19 tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang melainkan juga mental, khususnya bagi para pekerja. Salah satu pekerjaan yang juga terkena dampak dari pandemi Covid-19 yaitu jurnalis.
Seperti diketahui, jurnalis bekerja dengan turun langsung ke lapangan. Hal itu menuntut para jurnalis harus bisa beradaptasi dengan kondisi yang sedang terjadi, bahkan situasi seperti pandemi. Namun, tanpa disadari hal tersebut tidak hanya berpengaruh bagi fisik, tetapi juga mental para jurnalis.
Menurut Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (ITJI), Herik Kurniawan, jurnalis sudah sangat terbiasa dengan kondisi lapangan yang berubah-ubah. Bahkan, ketika jurnalis mengalami masalah kesehatan, hal tersebut tidak begitu dihiraukannya.
Padahal menurut Herik, kesehatan fisik dan mental jurnalis sangat memengaruhi kualitas pekerjaan.
“Jurnalis itu emang udah biasa kerja di lokasi gitu. Kadang nih jurnalis yang kondisi kesehatannya terganggu tapi kayak yaudah gitu, malah cuek aja,” ucap Herik dalam Talkshow Kesehatan Mental dan Jurnalis, di Grand Hyatt Jakarta, (22/9/2022).
Meski demikian, menurut Herik hal tersebut bukanlah perkara sehat. Pasalnya, jurnalis juga manusia biasa yang butuh menjaga kesehatannya. Untuk itu, menurutnya, sangat penting pihak perusahaan menyediakan fasilitas kesehatan, salah satunya terkait mental untuk para jurnalis.
Herik berharap, baik jurnalis dan perusahaan semoga bisa memperhatikan pentingnya kesehatan baik fisik dan mental.
Menurunya, banyak tantangan dan tekanan yang dialami jurnalis kerap memengaruhi mentalnya juga. Untuk itu, sangat penting setidaknya ada fasilitas yang membuat jurnalis dapat pergi ke psikolog untuk konsultasi.
“Padahal kita manusia biasa gitu kan, kadang yang gilanya itu beberapa perusahaan enggak ada jaminan kesehatan, bahkan terkait mental gitu,” sambung Herik.
Setuju dengan Herik, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito menuturkan, perhatian jurnalis terkadang kesehatan fisik dan mental adalah hal penting. Apalagi, menurut Sasmito berita yang baik akan dihasilkan jika jurnalis bisa sehat secara fisik maupun mental.
Namun, ia tidak bisa memungkiri jika tidak semua media menyediakan jasa tersebut. Padahal itu hal yang seharusnya diperhatikan oleh perusahaan.
“Kendalanya tidak semua media memiliki standar misalnya cek psikolog gitu, kan kita tahu untuk menghasilkan berita baik, pekerja harus sehat fisik dan mental. Kalau ada gangguan memengaruhi kerjanya di lapangan,” ucap Sasmito.
Walaupun kesehatan penting, terkadang dari jurnalisnya itu sendiri yang menolak jika kondisinya sedang kurang baik. Menurut Psikolog Yayasan Pulih, Jackie Viemilawati, hal tersebut karena para jurnalis memiliki ketakutan dibilang lemah.
“Kerja jurnalis kan memang berat ya, bisa dibilang itu konsekuensinya. Tapi terkadang ada yang tidak mau terbuka karena takut dibilang lemah gitu. Padahal itu berpengaruh pada kesehatan mentalnya,” tutup Jackie.