Suara.com - Usia pasien yang mengalami serangan jantung di Indonesia jauh lebih muda daripada pasien di Eropa, Amerika, bahkan Jepang. Hal itu dikatakan oleh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr. Siska S Danny, SpJP(K).
Rata-rata usia pasien serangan jantung di Indonesia ada di kisaran 57 tahun. Usia tersebut jauh lebih muda dibandingkan dengan Amerika atau Eropa.
"Usia pasien serangan jantung di Indonesia median 57 tahun. Ini jauh lebih muda dibandingkan usia di Amerika atau Eropa antara 60-65 tahun. Di Jepang, malah lebih tua lagi," ujar di acara “Cardiovascular medicine in 2022 and beyond: Adaptive, personalized and evidence-based”, Kamis (22/9/2022).
Hal itu salah satunya disebabkan oleh kebiasaan merokok pasien. Berdasarkan data pasien-pasien serangan jantung sembilan provinsi pada 2018-2019, 65 persen atau mayoritas pasien serangan jantung adalah perokok.
Baca Juga: Cegah Penyakit Jantung Koroner dengan Mengenal dan Mengontrol Faktor Resikonya
Menurutnya, proporsi perokok di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Alasan tersebut menjadi faktor usia pasien serangan jantung di Indonesia lebih muda dari di Eropa, Amerika bahkan Jepang.
"Ini sesuai dengan data nasional bahwa proporsi perokok di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia," kata dia.
Selain itu, 51 persen pasien serangan jantung di Indonesia juga menderita hipertensi dan 27 persen lainnya diabetes.
Hal ini ditambah adanya peningkatan angka kolesterol, kelebihan berat badan atau overweight dan gaya hidup kurang aktif yang semuanya berkontribusi pada peningkatan risiko terjadinya serangan jantung.
"Kalau Anda terkena serangan jantung, itu risiko 11,7 persen Anda akan meninggal dunia di rumah sakit. Jadi, 1 dari 10 pasien serangan jantung yang meninggal di rumah sakit," ujar Siska.
Baca Juga: Beda dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Jokowi Belum Bisa Putuskan Pandemi Berakhir
Berdasarkan data, salah satu upaya yang dilakukan dokter untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien yaitu dengan membuka sumbatan pembuluh darah koroner yang membuat otot jantung mengalami kerusakan.
"Kalau dilakukan revaskularisasi selama perawatan, maka sembilan persen. Kalau tidak ada upaya lebih untuk memperbaiki aliran darah maka yang meninggal 16,9 atau hampir 17 persen," catat dia.
Namun, ini terkendala akses dan keterlambatan pasien. Menurut dia, tindakan membuka sumbatan memiliki waktu emas yakni 12 jam pertama sejak terjadinya keluhan. Ini agar hasil perawatan lebih baik.
"Sedikit pasien datang dalam fase dini serangan jantung," tutur Siska. [ANTARA]