Teknologi BIkin Semua Serba Praktis, Pelaku Gaya Hidup Tidak Aktif Meningkat

Rabu, 14 September 2022 | 16:59 WIB
Teknologi BIkin Semua Serba Praktis, Pelaku Gaya Hidup Tidak Aktif Meningkat
Ilustrasi gaya hidup tidak aktif. (Pexels/Andrea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aktivitas fisik sangat diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan. Tetapi, berbagai kemudahan serta kecanggihan teknologi saat ini kerap membuat banyak irang jadi malas gerak alias mager dan lebih sering rebahan.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa 60 hingga 85 persen orang di dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, menjalani gaya hidup tidak aktif.

Kecanggihan teknologi masa kini juga ikut berperan karena membuat segala hal menjadi lebih praktis. Misalnya, mencuci baju dengan mesin cuci dan mengepel lantai dengan alat yang canggih, sehingga tubuh jadi makin sedikit bergerak.

Ilustrasi gaya hidup tidak aktif. (Elements Envato)
Ilustrasi gaya hidup tidak aktif. (Elements Envato)

Padahal, otot tubuh secara alami akan terjadi degenerasi setelah usia di atas 40 tahun. Kecuali otot-otot tersebut terpelihara dengan melakukan olahraga.

Baca Juga: Angka Kasus Serangan Jantung di Usia Muda Naik 2 Persen Setiap Tahun

“Ketika kita sehat dan bugar, maka kita bisa melakukan tugas dengan baik. Di usia remaja dan produktif, kita bisa terus melakukan hal-hal yang produktif. Saat sudah melakukan tugas utama, misalnya bekerja, atau menjadi ibu rumah tangga, kita masih bisa mengerjakan tugas yang lain," kata Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan drg. Kartini Rustandi, M.Kes., dalam sesi #TanyaAhlinya bersama Lemonilo.

Sehingga, setelah selesai beraktivitas seharian, misalnya bekerja atau mengerjakan urusan rumah tangga, seseorang tidak akan mudah kelelahan karena tubuhnya sehat dan bugar lantaran terbiasa lakukan aktivitas fisik.

Sedangkan apabila tubuh tidak bugar, cenderung ingin rebahan setelah selesai aktivitas seharian.

Dokter Kartini menambahkan bahwa aktivitas fisik tidak serta merta seperti mengerjakan pekerjaan rumah seperti, mengepel, menyapu, atau mencuci mobil. Melainkan harus gerakan yang baik, benar, terukur, dan teratur.

Baik artinya melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh dan bertahap, serta berkesinambungan. Benar berarti melalui tahapan. Sebelum beraktivitas fisik harus melakukan pemanasan untuk menghindari cedera, serta setelah selesai langsung melakukan pendinginan.

Baca Juga: Kasus Penyakit Tidak Menular Meningkat, Kemenkes: Satu dari Tiga Orang Jalani Gaya Hidup Sedentari

Selain itu, ada juga pola makan. Misalnya dua jam sebelum beraktivitas fisik sudah tidak makan lagi, karena bila setelah makan langsung beraktivitas fisik maka akan menyebabkan sesak napas.

Lalu terukur berarti benar-benar masuk ke dalam zona latihan. Zona latihan bisa dilihat dari perhitungan denyut nadi dengan rumus 220 dikurangi umur dikali 60 dikurangi 80 persen.

"Bila masih dalam tahap baru berolahraga, ketika masuk zona latihan maka harus didampingi oleh pelatih atau instruktur," pesan dokter Kartini.

Sedangkan ukuran teratur, artinya durasi latihan konsisten. Misalnya dalam seminggu ada 3 hingga 5 kali sesi latihan dengan baik dan benar.

“Setiap orang harus mempersiapkan diri untuk berolahraga minimal 30 menit setiap hari. Sama seperti seorang karyawan yang bisa berolahraga sepulang kerja, seorang ibu bisa mencari waktu olahraga di siang atau sore hari setelah kesibukannya selesai, yang pasti dalam kondisi tenang," ujarnya.

Olahraga bisa dilakukan dengan kegiatan-kegiatan sederhana seperti meremas bola, atau jalan kaki dari stasiun saat ke kantor dengan kecepatan yang cukup kuat. Namun, dokter Kartini mengingatkan untuk memperhatikan bahwa tidak semua orang memiliki kebutuhan yang sama.

Oleh sebab itu, perlu mendapat arahan dari instruktur atau ahli.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI