Kenapa Masyarakat Pilih Air Mineral Sebagai Asupan Cairan Harian? Begini Penjelasan Praktisi Kesehatan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Minggu, 04 September 2022 | 10:10 WIB
Kenapa Masyarakat Pilih Air Mineral Sebagai Asupan Cairan Harian? Begini Penjelasan Praktisi Kesehatan
Ilustrasi minum air putih. (pexels.com/Daria Shevtsova)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Setiap hari manusia butuh paling tidak sekira 2 liter asupan air minum. Sejauh ini air mineral memang telah menjadi pilihan bagi masyarakat untuk pemenuhan hidrasi tubuh, termasuk asupan sejumlah mineral yang dibutuhkan.

Dalam Ngobrol Tempo, praktisi kesehatan, dr. Dyah Novita Anggrainim sebesar 70 persen tubuh manusia mengandung air, sehingga dibutuhkan asupan air agar fungsi tubuh berjalan dengan baik.

Air mineral diketahui telah memiliki kandungan mineral yang juga dibutuhkan tubuh, seperti mikro nutrien yang harus diasup dari luar tubuh.

“Dengan mengonsumsi air mineral, selain hidrasi tubuh tercukupi, juga akan menjaga keseimbangan elektrolit yang dibutuhkan,” kata dr. Dyah.

Baca Juga: Benarkah Pagi Hari adalah Waktu Terbaik untuk Buang Air Besar?

Ilustrasi air mineral (Pixabay.com)
Ilustrasi air mineral (Pixabay.com)

Pilihan masyarakat jatuh pada air mineral dalam kemasan, karena air mineral tersebut telah dikemas secara praktis dan higienis sesuai standar yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan,  agar kualitasnya terjaga.

“Seluruh air mineral dalam kemasan sudah memenuhi standar SNI, di bawah Kemenperin dan BPOM. Dan higienis karena sudah ada parameter fisik yang sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan. Kandungannya juga tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme berbahaya seperti E-Coli,” ujar dr. Dyah.

Dalam webinar tersebut, rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, khususnya pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada Air Kemasan Galon  hanya akan membuka kotak pandora yang bisa menimbulkan efek yang sulit dikendalikan.

“Jika rencana peraturan ini diterapkan, BPOM akan membuka kotak pandora. Nanti akan ada pelabelan bebas kandungan logam berat, pelabelan cemaran kimia, cemaran mikroba, itu kotak pandora. Ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia,” kata Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN). 

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Nugraha Edhi Suyatma, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, ia kurang sependapat dengan sisipan pasal 61 a dan b dalam revisi Peraturan BPOM No.18 tahun 2018, yang dikhawatirkan akan  menimbulkan mispersepsi pada konsumen, seolah kemasan plastik lain di luar polikarbonat terkesan aman.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik 'Waktu Netflix Indonesia' yang Diramaikan Sineas Tanah Air

“Padahal  BPA ada dimana-mana tidak hanya di polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujarnya.

Berdasarkan sebuah penelitian, kata Dr. Nugraha, kandungan BPA justru terbanyak ada pada kemasan  makanan kaleng, dengan hampir 90 persen bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan  epoksi yang bahan bakunya adalah BPA. Upaya menetapkan aturan label BPA menurutnya seperti membuat persepsi bahwa kemasan dengan label BPA free sudah aman.

“Padahal belum tentu. Karena dari  PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” paparnya. Acetaldehyde sendiri telah diakui mengandung unsur karsinogenik (pemicu kanker).

Ia pun menyampaikan kekhawatirannya jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand. “Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI