Suara.com - Dalam rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J, Selasa (30/8/2022), momen kebersamaan dua tersangka Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi menyita perhatian publik.
Momen keduanya yang saling rangkul, peluk, bahkan cium kening itu disebut romantis oleh banyak warganet. Tak sedikit pula dari mereka yang terenyuh melihat kebersamaan itu.
Seorang pakar psikologi melihat ada stockholm syndrome di balik fenomena ramainya romantisisasi warganet terhadap konten Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Apa Itu Stockholm Syndrome?
Baca Juga: Tak Ditahan Istri Ferdy Sambo Alasan Punya Bayi, Polri: Putri Tidak Bisa ke Mana-mana
Ia menjelaskan bahwa dalam sindrom tersebut, pihak yang berada di sisi korban justru simpatik kepada pihak pelaku kejahatan. Alih-alih marah atau benci, mereka justru kasihan dan simpatik kepada pelaku.
Dengan kata lain, stockholm syndrome adalah gangguan psikologis pada korban kejahatan atau pihak-pihaknya yang membuat mereka malah merasa simpati bahkan hingga menyayangi pelaku.
Ada sejumlah faktor yang mendasari munculnya stockholm syndrome, seperti pelaku dan korban berada di dalam ruangan serta tekanan situasi yang sama.
Lalu, kondisinya itu berlangsung cukup lama, bahkan hingga berhari-hari. Bisa pula karena pelaku menunjukkan hal-hal baik yang menyentuh hati pihak korban.
Beberapa psikolog menduga jika stockholm syndrome merupakan cara korban untuk mengatasi stres atau trauma yang berlebihan akibat kejahatan tersebut.
Baca Juga: Yakini Dugaan Kekerasan Seksual dalam Kasus Brigadir J, Putri Candrawathi sebut lebih Baik Mati
Nah, ketimbang terus-terusan melawan, marah, takut, atau benci, ia memutuskan untuk berusaha menerima kondisinya dengan cara bersimpati terhadap pelaku.
Awal Mula Stockholm Syndrome
Stockholm syndrome sendiri diperkenalkan oleh seorang kriminolog, Nils Bejerot. Hal ini diambilnya dari kasus perampokan bank yang terjadi pada 1973 di Stockholm, Swedia.
Dalam kasus tersebut, para korban membentuk ikatan emosional dengan para pelaku meski telah disekap selama 6 hari. Mereka bahkan menolak bersaksi di pengadilan dan mengumpulkan dana bantuan hukum untuk membela pelaku.
Tanda-tanda dan Penanggulangan Stockholm Syndrome
Adapun tanda-tanda dari sindrom ini diantaranya, mudah cemas, sering bermimpi buruk, curiga berlebihan, terus mengingat trauma-nya, merasa tidak berada dalam kenyataan, sulit konsentrasi, berpikiran negatif, hingga mendukung hal-hal yang dilakukan pelaku kejahatan.
Sementara itu, belum pengobatan khusus bagi penderita stockholm syndrome. Namun, psikiater menggunakan metode yang biasa diterapkan untuk mengatasi situasi traumatis. Mulai dari memberi resep obat antiansietas (atasi kecemasan).
Tujuan dari semua penanganan sindrom ini adalah untuk menyadarkan penderita bahwa yang mereka rasakan terhadap pelaku hanyalah sebagai pertahanan diri.
Jika kamu merasakan hal tersebut atau menyadari ada kerabat dekat yang mengalaminya, bisa konsultasi dengan para ahlinya untuk ditangani lebih lanjut.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti