Suara.com - Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Spesialis Hematologi-Onkologi (kanker) Prof. Zubairi Djoerban menanggapi hebohnya isu ratusan mahasiswa di Bandung yang dinyatakan positif HIV/AIDS berdasarkan akumulasi data sejak 1991 hingga 2021.
Besarnya angka HIV/AIDS pada mahasiswa, menurut Prof. Zubairi Djoerban terjadi karena perilaku seksual yang tidak terkontrol.
Prof. Zubairi Djoerban mengatakan banyak mahasiswa yang ingin mencoba-coba atau terpengaruh dengan teman sebayanya. Hal tersebut yang memberikan dorongan para mahasiswa memiliki hasrat seksual.
“Ini karena perilaku yang baru ingin mencoba, terpengaruh teman ingin pengalaman seksual,” tutur Prof. Zubairi Djoerban saat ditemui di Gedung PB IDI Dr R Soeharto, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2022).
Baca Juga: Ratusan Kasus Ditemukan di Bandung, Ini 9 Mitos Tentang HIV/AIDS dan Stigma Pengidapnya
Selain itu, menurut Prof. Zubairi Djoerban, faktor ekonomi juga menjadi penyebab banyak remaja yang menderita HIV/AIDS. Hal tersebut mendorong para remaja melakukan prostitusi di usianya yang muda. Padahal, usia remaja menjadi waktu rentan terserang virus HIV/AIDS.
“Kemudian masalah ekonomi, banyak remaja yang kurang beruntung memerlukan dukungan ekonomi. Itu yang membuat timbul prostitusi anak dan sekarang pada mahasiswa. Padahal mahasiswa kelompok 17-24 tahun, termasuk mudah terkena HIV AIDS,” sambungnya.
Tidak hanya faktor seksual, Prof. Zubairi Djoerban menambahkan, narkotika juga menjadi banyak penyebab orang-orang positif HIV/AIDS. Penggunaan jarum suntik, transfusi darah, hingga keturunan dari ibu yang HIV/AIDS kepada anaknya juga menjadi faktor lainnya.
“Narkotika juga banyak banget, perilaku ingin mencoba, di Jakarta masih menjadi masalah serius, terus ibu yang terinfeksi ke bayinya, transfusi darah, abis itu suntikan jarum,” jelas Prof. Zubairi Djoerban.
Meski demikian, Prof. Zubairi Djoerban menjelaskan, ketika mengalami HIV/AIDS bukan berarti tidak ada masa depan. Ia mengatakan, selagi penderita rutin mengonsumsi obat tanpa putus, dan menjaga pola hidup sehat, penderita HIV/AIDS dapat menjalani kehidupannya secara normal.
Baca Juga: Penanganan Kasus HIV-AIDS di Dunia Menurun Selama Pandemi Covid-19, Jutaan Nyawa Terancam
Namun, jika penderita justru putus mengonsumsi obat, hal tersebut yang membuat bahaya sehingga menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.
“HIV AIDS ini bisa ditata dengan manajemen yang baik, sekarang pasien dapat berobat dan obatnya tidak mahal. Intinya jangan sampai putus obat, agar tidak sakit lagi, bahkan beberapa bisa fit kembali,” jelasnya.
Namun bila putus obat itu, Prof. Zubairi Djoerban mengatakan bisa bahaya bagi pasien meski tidak selalu fatal. "Tetapi kalau gagal itu bisa juga berbahaya,” pungkasnya.