Suara.com - Tantrum arau rewel umum terjadi pada anak balita saat mengalami hal tidak menyenangkan baginya. Meski terkadang membuat orang dewasa di sekitarnya bingung, tantrum sebenarnya termasuk proses dalam tumbuh kembang anak dalam mengenali emosi.
Psikolog Fery Farhati, S.Psi., M.Sc., menjelaskan bahwa sata tantrum sebenarnya anak kesulitan mengetahui atau mengekspresikan apa yang dirasakannya. Saat itu lah peran orang tua perlu mengenalkan kepada anak tentang emosi yang dirasakannya.
Tetapi sebelum itu, istri Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu juga menyampaikan bahwa orang tua jangan sampai salah mengartikan emosi yang dirasakan anak. Menurutnya, hal tersebut yang memang jadi tantangan bagi orang tua.
"Perasaan anak harus direfleksikan dikembalikan kepada anak supaya mereka mengenal apa yang dirasakan," ujar Fery dalam webinar Hari Anak Jakarta Membaca bersama Tentang Anak, Kamis (25/8/2022).
Baca Juga: Profil Mutiara Annisa Baswedan, Anak Pertama Anies Baswedan yang Baru Menikah
Tantangan akan lebih berat lagi bila anak alami tantrum di tempat umum. Menurut Fery, hal wajar bila orang tua menjadi panik dan kesulitan berpikir untuk menenangkan anak. Sehingga, respon pertama yang dilakukan biasanya mencari cara untuk lebih dulu mendiamkan anak yang tantrum di tempat umum agar tidak mencuri perhatian banyak orang.
Langkah tersebut mungkin saja ampuh, tapi juga menimbulkan 'PR' baru bagi orang tua karena sebenarnya anak belum benar-benar selesai dan mengerti dengan emosinya.
"Saya selalu mengatakan bahwa orang tua harus memiliki nilai cinta yang besar bagi anak-anak. Orang tua yang visioner itu biasanya dalam bertindak tidak hanya untuk kenyamanan sesaat atau ketentraman sesaat. Tapi lebih memikirkan apa setelahnya, sehingga ke depan anak tidak melakukan kembali hal yang sama dan jadi ada proses pembelajaran bagi anak dari setiap apa yang kita kerjakan," tuturnya.
Kejadian tantrum di tempat umum sebenarnya bisa diantisipasi, lanjut Fery. Ia menyarankan, orang tua bisa memberi contoh reaksi terhadap perasaan tidak nyaman. Sehingga dengan begitu anak bisa menirunya.
"Misalnya, kita menghadapi kemacetan, perasaan tidak nyaman itu boleh kita ekspresikan kepada anak. Kemudian ditunjukkan juga cara kita menghadapi situasi tidak nyaman seperti itu dengan mengekspresikan. Sehingga anak tahu dalam mengekspresikan perasaan yang dirasakan," ucap Ketua TP PKK DKI Jakarta itu.
Baca Juga: Jangan Turutin Anak Ketika Mengamuk, Parents! Begini Tantrum Manipulatif
"Misalnya, 'aduh capek banget macet, rasanya capek, kesel kalau lihat ada macet'. Kita punya pilihan mau ikut perasaan ini lalu kita mendengarkan musik yang nyaman sampai nanti sampai di rumah. Jadi anak belajar bahwa emosi itu juga bisa diterima, tapi kita juga punya jalan keluar untuk mengatasinya," imbuh Fery.
Antisipasi lainnya, orang tua bisa berikan pengarahan dulu kepada anak sebelum pergi. Seperti, lokasi yang akan dituju nanti akan penuh orang atau pun tidak ada waktu untuk beli mainan.
"Karena biasanya anak tantrum karena tidak diizinkan membeli mainan yang ia inginkan. Kemudian kalau ada sesuatu harus diungkapkan dengan kata-kata, itu bisa dilatih sejak awal," sarannya.