Suara.com - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim, meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar tidak hanya melabeli satu jenis kemasan plastik saja, tapi harus dilakukan terhadap semua kemasan.
Hal itu menurut dia, karena semua kemasan plastik itu mengandung zat-zat kimia berbahaya.
“Jadi, jika BPOM ingin mewacanakan pelabelan, ya semua harus dilabeli, baik kemasan berbahan Polikarbonat maupun PET. Karena semua plastik itu sama-sama berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu, (17/8/2022).
Khusus air minum dalam kemasan (AMDK), dia menjelaskan bahwa ada dua jenis plastik yang digunakan, yaitu Polikarbonat (PC) dan polietilena tereftalat (PET). Untuk kemasan PC atau galon guna ulang, dia mengatakan dipakai plastik untuk ketahanan lama yang keras dan biasanya dicampur dengan Bisfenol A (BPA). Sedang untuk kemasan PET atau sekali pakai, biasa dicampur dengan antimon.
Baca Juga: 5 Rekomendasi IDI Terkait Kemasan Plastik pada Makanan dan Minuman
“Yang namanya plastik itu, ketika dicampur dengan zat kimia semua punya resiko. Makanya ada aturannya berapa yang boleh dan berapa yang tidak. Jadi, kalau ditanya mana yang lebih aman, ya dua-duanya sama-sama beresiko. Kalau mau aman ya tidak usah menggunakan plastik, pakai saja gelas atau botol kaca,” tukasnya.
Khusus untuk plastik PET, dia mengutarakan selain dari sisi kesehatannya, para aktifis lingkungan juga menolak kehadiran kemasan ini yang mengaitkannya dengan isu lingkungan. “Kalau BPOM mau buat pelabelan BPA, pertanyaannya kan ada isu lingkungan juga kalau kita hanya memakai yang sekali pakai itu. Aktifis ngkungan akan bereaksi karena akan terjadi penimbunan sampah yang lebih banyak,” tuturnya.
Jadi, kata Rizal, yang penting dari penggunaan kemasan plastik ini adalah pengawasannya, dari sejak diambil dari sumber mata airnay itu harus ada higyenisnya. Kemudian harus diawasi juga apakah sudah memenuhi syarat atau tidak, cara pengambilannya bagaiamana, pengangkutannya bagaimana sampai ke tempat pelaku usaha, bagaimana penyimpanannnya, dan di toko-tokonya juga bagaimana.
“Nah, itu yang harus diawasi. Sambil diberitahukan ke masyarakat tidak boleh masyarakat menyimpan AMDK itu terlalu lama, karena bisa berinteraksi dengan atmosfir di sekitarnya. Para penjualnya juga harus diingatkan tidak boleh menjualnya di bawah sinat matahari langsung,” ucapnya.
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menegaskan agar jangan ada diskriminasi usaha air minum dalam kemasan (AMDK) khususnya terkait senyawa BPA. Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef, Ahmad Heri Firdaus, menyampaikan pemerintah harus mengedepankan unsur keadilan dan jangan ada diskriminasi. “Dalam usaha harus mengedepankan unsur fair, tidak ada unsur diskriminasi. Semua pelaku usaha, produk, harus diberikan kesempatan yang sama untuk bersaing,” ujar Heri.
Baca Juga: BPOM Kendari Uji Sampel Jajanan Anak Sekolah di Kabupaten Kolaka
Pakar teknologi pangan Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dedi Fardiaz juga melontarkan hal serupa. Dia meminta agar BPOM jangan sampai bersifat diskriminatif dalam membuat kebijakannya.
"Sebelum aturan dikeluarkan, seharusnya BPOM harus melakukan kajian Regulatory Impact Assessment (RIA) yang mengakomodasi semua stakeholder, termasuk di dalamnya analisis mendalam terhadap dampak ekonomi dan sosial yang disebabkan," tegasnya.