Suara.com - Kematian 80 anak karena campak di Zimbabwe membuat pemerintah setempat waspada, setelah pada awalnya mengira kasus terjadi di daerah yang terisolasi.
Dalam pernyataannya, Minggu (14/8/2022) waktu setempat, Kementerian Kesehatan Zimbabwe menyebut lonjakan kasus terjadi akibat pertemuan sekte agama yang antivaksin.
Menteri Kesehatan Jasper Chimedza menuturkan sebanyak 1.036 kasus terduga dan 135 kasus terkonfirmasi dilaporkan sejak awal wabah. Ia juga mengatakan bahwa wabah kini telah menyebar ke seluruh wilayah, dengan tingkat kematian 6,9 persen.
Provinsi terpadat kedua di Zimbabwe, Manicaland, menyumbang kasus paling banyak dengan 365 kasus dan 45 kematian,
Baca Juga: Tak Tahan Dibully Kelompok Antivaksin, Dokter Austria Bunuh Diri
"Kementerian kesehatan dan perawatan anak ingin memberitahu publik bahwa wabah campak saat ini, yang pertama kali dilaporkan pada 10 April telah menyebar secara nasional melalui pertemuan gereja," tulis Chimedza lewat pernyataan.
"Pertemuan (gereja) ini yang dihadiri warga dari berbagai provinsi, yang tidak diketahui status vaksinasinya, menyebabkan wabah merembet ke daerah yang tak terdampak," tambahnya lagi.
Sebagian besar kasus campak terjadi pada anak berusia enam bulan - 15 tahun dari berbagai sekte yang tidak divaksin campak karena terkait keyakinan mereka.
Pemimpin sekte apostolik Johanne Masowe, Uskup Andby Makuru, tidak langsung menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Di Zimbabwe beberapa sekte gereja apostolik melarang pengikutnya menerima vaksin atau pengobatan medis. Pihak gereja menarik jutaan pengikut dengan diiming-imingi penyembuhan penyakit dan terbebas dari kemiskinan.
Baca Juga: Dinkes Sumbar Bilang Begini Soal Kasus Campak Kembali Mengganas
Di sejumlah kasus dan dengan tingkat vaksinasi yang rendah, pemerintah memutuskan untuk mengadakan program vaksinasi massal di lokasi terjadinya wabah.
Wabah campak diperkirakan akan membebani sektor kesehatan yang sudah kewalahan akibat minimnya obat-obat dan unjuk rasa tenaga kesehatan. [ANTARA]