Suara.com - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia atua IDAI - dr. Piprim Basarah Yanuarsa mengatakan, masalah gizi buruk di Indonesia tidak hanya stunting dan bayi kurus, tapi juga obesitas.
Hasil survei Kementerian Kesehatan terhadap status gizi balita di Indonesia tahun 2021 mencatat, 3,8 persen anak Indonesia alami obesitas.
Dokter Piprim mengingatkan, bila anak sudah mengalami obesitas, maka akan meningkatkan risiko berbagai penyakit ketika dewasa nanti.
"Apabila anak-anak sudah obes, kita sangat khawatir di masa dewasa muda dia sudah bisa kena serangan jantung," kata dokter Piprim, saat webinar Gizi Buruk, Kamis (4/8/2022).
Baca Juga: Dear Ibu, Kehamilan Tidak Direncanakan Bisa Tingkatkan Potensi Anak Stunting, Lho!
Obesitas disebabkan karena kebanyakan konsumsi makanan kurang gizi seperti susu kental manis yang tinggi gula. Tetapi sebenarnya, itu bukan satu-satunya penyebab anak jadi kelebihan berat badan.
Dokter Piprim mengingatkan, orangtua juga harus memerhatikan camilan maupun makanan cepat saji dan minuman manis kekinian yang kerap jadi favorit anak-anak.
"Sebetulnya yang berbahaya itu bukan hanya kental manis, seluruh makanan yang high glikemik index food, tinggi glikemik juga akan menyebabkan obesitas," ujarnya.
Makanan yang tinggi glikemik artinya bisa meningkatkan gula darah dengan cepat setelah dikonsumsi. Kondisi tersebut bisa menyebabkan seseorang semakin ingin makan.
Penelitian di Amerika Serikat, lanjut dokter Piprim, dibuktikan bahwa anak yang mengonsumsi makanan tinggi glikemik menjadi cepat lapar.
Baca Juga: Heboh Duta Sheila On 7 Tenteng Jajanan Pinggir Jalan, Publik: Bakal jadi Duta Cilok Dah
"Akibatnya total kumulatif energi indeksnya tinggi. Jadi yang paling banyak masuk kalori gara-gara anaknya cepat lapar. Kalau begitu terus-menerus, percayalah gak lama-lama pasti akan obesitas," ujarnya.
Kental manis termasuk salah satu jenis minuman tinggi glikemik. Menurut dokter Piprim, makanan tinggi glikemik lain tidak jauh berbeda kandungannya.
"Donat, makanan instan, ini high glikemik index, high kalori, tapi rendah nutrisi. Makanan lain juga, junk food, fast food, minuman kekinian. Ini sebetulnya problem utama kita yang menyebabkan anak-anak mengalami obesitas," ungkapnya.
Obesitas pada anak bisa dilihat berdasarkan pengukuran berat badan, tinggi badan, dan disesuaikan dengan usianya.
Dokter Piprim menyarankan agar orangtua rutin lakukan pengukuran tersebut di Puskesmas atau fasilitas layanan kesehatan lainnya agar bisa dilakukan oleh tenaga ahli, sehingga hasilnya lebih akurat.
Sedangkan obesitas pada orang dewasa bisa dilihat hanya dengan mengukur lingkar perut. Untuk laki-laki, lingkar perut di atas 90 cm telah dinyatakan obesitas. Sedangkan perempuan di atas 80 cm.
Dokter Piprim mengungkapkan bahwa angka obesitas anak di atas 15 tahun terus naik. Pada 2018, angka obesitas sudah 31 persen dari 18,8 persen pada 2017.
Terbanyak ada di Sulawesi Utara dengan dua dari lima orang mengalami perut buncit. Kondisi serupa juga terjadi di DKI Jakarta.