Suara.com - Jumlah perokok anak-anak hingga saat ini masih terbilang besar. Berdasarkan data Riskesdas pada 2018, angka prevalensi perokok anak-anak usia 10-18 tahun telah mencapai 9,1 persen.
Masalah tersebut menjadi perhatian pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi perokok pada anak-anak. Berdasarkan target yang diinginkan, pada 2024 nanti diharapkan adanya penurunan angka menjadi 8,7 persen.
Meskipun demikian, sebenarnya peraturan mengenai rokok sendiri telah tercantum dalam PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Namun, peraturan tersebut masih belum tegas mengenai perlindungan dan pencegahan pada anak-anak di bawah umur.
Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kemenkes RI, dr Benget Saragih, M. Epid, mengungkapkan, saat ini sedang diupayakan revisi PP No 109/2012 untuk lebih tegas demi menurunkan angka perokok pada anak-anak.
Baca Juga: Produk Rendah Nikotin Dapat Membantu Perokok Mengurangi Ketergantungan
Masalah rokok ini sendiri juga tidak hanya terjadi pada rokok konvensional, tetapi juga elektrik. Oleh karena itu, dr Bengen menuturkan, adanya lima poin penting revisi dalam PP No 109/2012 tersebut.
“Ada 5 substansi yang diatur dalam revisi PP 109/2012 yakni, pengaturan rokok elektronik, pelarangan iklan rokok, larangan penjualan batangan, perbesaran peringatan Kesehatan bergambar (PHW) dan pengawasan yang ketat,” ucap dr Benget dalam Webinar Masihkah Pemerintah Berkomitmen Menurunkan Prevalensi Perokok Anak untuk Mencapai Target RPJMN 2020-2022?, Kamis (28/7/2022).
Tidak hanya itu, penyebab banyaknya perokok anak-anak ini sendiri juga akibat mudahnya segala hal yang berbau rokok mudah diakses di media sosial. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kominfo RI, Drs. Anthonius Malau, M.Si, mengatakan, pihaknya akan mencoba membuat larangan iklan rokok di internet.
“Kami sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet, karena kondisi sudah sangat mengkhawatirkan, pelaku usaha menggunakan berbagai sarana di internet untuk mempromosikan dan menjual produk rokok, sehingga anak-anak terpapar iklan rokok yang luar biasa di internet, dan mudahnya penjualan rokok elekronik secara daring,” kata Anthonius.
Bukan hanya pelarangan hal penting lainnya yang juga menjadi fokus untuk mengurangi perokok anak-anak ini sendiri yaitu sanksi yang diberikan kepada penjual.
Baca Juga: Perokok Anak Anggap Rokok Elektrik Lebih Aman Dibandingkan Konvensional, Benarkah?
Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag RI, Purwandoko, Analis Perdagangan Ahli Madya menuturkan, saat ini sanksi penjual rokok kepada anak-anak masih belum tegas.
Oleh karena itu, revisi PP 109/2012 ini juga difokuskan agar sanksi diberikan kepada penjual rokok yang telah melanggar aturan.
“Di PP 109/2012 pengaturannya masih umum yakni tidak boleh menjual pada anak di bawah umur 18 tahun, tapi peraturan terkait siapa yang menjual, dan pengenaan sanksinya belum ada,” jelas Purwandoko.