Suara.com - Banyak orang dewasa percaya, mereka harus menyimpan emosinya dan tidak perlu menceritakan perasaannya kepada orang lain.
Orang dewasa dianggap sebagai sosok yang kuat, yang sudah mampu mengelola emosi dengan baik. Mereka juga dituntut memiliki sikap bijak dan menjadi contoh untuk anak-anak atau remaja.
Nyatanya hal tersebut dibantah Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, dr. Jiemi Adrian, Sp.KJ. Ia mengatakan sejak dalu bahkan sejak zaman purba, emosi ada untuk disampaikan kepada lingkungan sekitar.
"Emosi ada bukan untuk ditelan telan sendiri, tapi untuk informasi," ujar dr. Jiemi melalui konten edukasi di Instagrm pribadinya, dikutip Suara.com, Kamis (27/7/2022).
Baca Juga: Banyak yang Minta Foto, Jeje Slebew Ngamuk
Ia lantas bercerita, bagaimana zaman purba emosi digunakan untuk menolong manusia dari ancaman predator lain saat berburu, seperti menghalau harimau, singa, dan sebagainya.
Bahkan emosi digunakan untuk saling bertukar emosi saat manusia purba melakukan perburuan.
Tapi spesialis psikiatri lulusan Universitas Sebelas Maret Surakarta itu menyayangkan kehidupan modern saat ini yang kerap mengecilkan atau menganggap sepele peran emosi.
Masyarakat modern juga, kata Jiemi, kerap menganggap emosi sebagai angin lalu atau masalah yang dapat menghalangi aktivitas.
"Emosi dianggap sebagai masalah, harusnya logika yang diutamakan, padahal ada banyak informasi di dalam emosi yang mungkin perlu kita proses supaya kita bisa mengambil keputusan dengan bijak," jelas dr. Jiemi.
Baca Juga: 5 Alasan Orang Mudah Sekali Terpicu Emosi, Stres Masalah Uang!
Hasilnya ia menegaskan, bahwa emosi ada bukan untuk disimpan atau ditelan sendiri, melainkan untuk disampaikan dan dicerna karena ada informasi yang tersirat di dalamnya.
"Emosi ada untuk dikomunikasikan dan dipahami data-datanya," tutup dr. Jiemi.