Suara.com - Fertilisasi in vitro (IVF) atau bayi tabung merupakan satu dari beberapa progam kehamilan yang cukup sering gagal. Namun, bukan berarti tidak ada peluang untuk berhasil.
Tergantung pada usia seseorang, antara 4 hingga 50 persen telur yang dibuahi secara artifisial benar-benar tertanam dan membuatnya lahir.
"Banyak wanita yang menjalani program kesuburan memerlukan beberapa siklus IVF untuk hamil, dan beberapa tidak pernah hamil sama sekali. Tidak hanya ini sangat mahal, ini juga melelahkan secara emosional," kata spesialis kesuburan dari Columbia University Jenna Turocy, dikutip dari Science Alert.
Di laboratorium, sebagian besar telur yang dibuahi berhenti berkembang setelah beberapa hari, dan sekitar 60 persen memiliki jumlah kromosom yang tidak normal.
Baca Juga: Kiat Sukses Program Hamil Bayi Tabung dengan Teknologi Terkini dari Alpha IVF & Womens Specialist
Kelainan kromosom tersebut merupakan penyebab utama kegagalan perkembangan embrio manusia, tetapi asal mula kesalahan genetik awal ini belum bisa dipahami secara baik.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa masalah tersebut bisa terjadi sejak awal perkembangan.
Peneliti dalam studi ini berpikir bahwa beberapa kelainan kromosom mungkin timbul di tahap pertama pembelahan sel, ketika sel masih menduplikasi materi genetiknya.
Di laboratorium, peneliti menemukan embrio manusia yang ditanam di cawan petri sudah menunjukkan tanda-tanda kerusakan DNA secara spontan, bahkan sebelum sel membelah dengan benar.
Situs genetik yang tidak terbelah dengan benar dapat menyebabkan kromosom rusak atau terfragmentasi.
Baca Juga: Bayi Tabung di Indonesia Menjanjikan, Morula IVF Indonesia Siap Garap Pasar Bisnis Lebih Besar
Dalam beberapa kasus, kesalahan replikasi berdampak pada mekanisme yang menarik kromosom terpisah, mengarah ke jumlah kromosom yang salah di setiap sel yang dihasilkan.
Pembelahan sel selanjutnya meneruskan kesalahan tersebut. Bila kesalahan berakhir di sel yang cukup, pada akhirnya dapat menyebabkan kematian embrio.
Namun, peneliti belum yakin apa yang memicu kerusakan DNA spontan, tetapi menurut peneliti ada hubungannya dengan hambatan di sekitar DNA.
Pemutusan spontan pada untai ganda, misalnya, dapat memperlambat atau menghambat pembelahan sel, yang mengakibatkan kelainan kromosom.
Namun, para peneliti tidak bisa memastikan apakah perubahan tersebut ada pada sel telur atau sperma sebelum pembuahan, atau, muncul setelahnya.
Jika para peneliti dapat mengetahui tanda-tanda kerusakan DNA mana yang harus diwaspadai pada embrio awal, maka IVF suatu hari nanti bisa menjadi jauh lebih efisien.
Bila sel tidak menggandakan DNA-nya dengan benar pada tahap pertama pembelahan sel, maka mungkin tidak layak untuk ditanamkan.
Peneliti berharap suatu hari nanti, mereka dapat membuat proses IVF menjadi tidak terlalu memilukan bagi calon orangtua.