Anak Berisiko Stunting Sejak dalam Kandungan, Bisakah Dicegah Setelah Lahir?

Senin, 25 Juli 2022 | 15:55 WIB
Anak Berisiko Stunting Sejak dalam Kandungan, Bisakah Dicegah Setelah Lahir?
Perempuan hamil (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak yang menyebabkan tubuhnya pendek dan otak tidak berkembang. Stunting juga termasuk salah satu fokus masalah kesehatan bagi pemerintah RI.

Berdasarkan survei status gizi Indonesia oleh Kementerian Kesehatan ditemukan bahwa angka stunting masih sebesar 24,4 persen pada 2021, turun dari sebelumnya 27,7 persen pada 2019. Arahan Presiden Joko Widodo bahwa angka stunting harus turun hingga kurang dari 14 persen pada 2024.

Penyebab stunting erat kaitannya dengan kekurangan gizi pada anak. Dokter Anak Konsultan Neonatologi Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp. A(K)., mengatakan bahwa risiko stunting telah terjadi sejak bayi masih dalam kandungan. Tetapi, risiko tersebut masih bisa dicegah setelah bayi lahir.

Ilustrasi stunting pada anak. [Istimewa]
Ilustrasi stunting pada anak. [Istimewa]

"Kapan terjadi stunting? Sejak di dalam kandungan sebetulnya sudah terjadi. Tapi berdasarkan penelitian, dalam kandungan itu sebetulnya hanya 20 persen, artinya stunting 80 persen terjadinya sesudah lahir. Jadi bisa kita cegah," kata prof. Rina dalam webinar, Senin (25/7/2022).

Baca Juga: Telkom University Ciptakan Alat Pemantau Stunting

Profesor Rina menambahkan bahwa stunting bisa terjadi akibat kejadian kurang gizi yang berlangsung selama berbulan-bulan. Gizi tersebut diperlukan tubuh untuk membangun sel-sel organ. Apabila nutrisi yang dimilikinya terbatas, tubuh secara otomatis akan mengutakan pertumbuhan otak.

Akibatnya, pertumbuhan sel pada organ lain tidak optimal. Itu sebabnya stunting menyebabkan tubuh anak jadi pendek, jelas prof. Rina.

Ia menegaskan bahwa pencegahan stunting 80 persen bisa dilakukan setelah bayi lahir. Caranya dengan memastikan anak cukup gizi terutama selama seribu hari kehidupan pertamanya atau hingga berusia 2 tahun. 

"Karena dalam dua tahun itu ada yang namanya pertumbuhan otak manusia yang normal itu 83 persen terjadi selama 2 tahun. Nanti sampai usia 5 tahun hanya sampai 95 persen. Tapi kalau dari dua tahun baru di uber-uber, ya dapatnya hanya bertambah 12 persen, itu sebabnya dari awal jangan ketinggalan. Harus dari mulai kehamilan," pesan prof. Rina.

Itu sebabnya penting bagi ibu hamil untuk rutin lakukan pemeriksaan janin, minimal 4 kali selama masa kehamilan. Tujuannya untuk memastikan bayi dalam kondisi sehat juga berat badannya cukup sesuai usia. 

Baca Juga: Harganas, Orang Tua Diingatkan Agar Tidak Sibuk dengan Gawainya

Apabila, saat lahir sudah terlanjur kurang gizi, prof. Rina menyampaikan orang tua perlu memastikan asupan gizi anak tercukupi terutama pada delapan minggu pertama setelah kelahiran. Selain itu, tumbuh kembangnya juga perlu dipantau secara cermat melalui grafik pertumbuhan.

"Ada satu jurnal yang mengatakan bahwa anak itu sebenarnya begitu lahir ada masa golden period 8 Minggu bagi yang enggak cukup gizinya. Kalau itu bisa dicegah, kemungkinan IQ-nya bisa naik sedikit, tapi kalau tidak, IQ-nya bisa kurang," kata prof. Rina.

Ia menekankan bahwa pemenuhan gizi tersebut harus berdasarkan arahan dari dokter, tidak bisa hanya melalui bidan. Nantinya, dokter yang menentukan apakah anak cukup hanya dengan konsumsi ASI atau perlu ditambah suplemen tambahan maupun susu formula.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI