Suara.com - Ultra maraton menjadi perlombaan lari dengan jarak terjauh. Minimal lomba ultra maraton berjarak 50 km dan maksimalnya bisa mencapai ratusan bahkan juga ribuan km. Wajar saja waktu tempuh maksimalnya pun mencapai puluhan jam hingga berhari-hari.
Untuk dapat menyelesaikan pertandingan tersebut, seorang pelari tentu butuh ketahanan tubuh yang prima. Ketahanan tubuh tersebut tentu tidak didapat secara instan, melainkan butuh program latihan serta pengalaman sebagai pelari.
Rata-rata orang yang mengikuti perlombaan ultra maraton, terutama yang mencapai jarak ratusan kilometer, telah berpengalaman sebagai pelari selama bertahun-tahun.
Pelari ultra maraton Sianti Chandra mengaku kalau ketahanan tubuh jadi kunci utama dalam menyelesaikan jarak ultra marathon.
Baca Juga: Lagi Heboh di Kota Makassar, Ini Arti Kata Lantang Bangngia
"Ultra maraton bukan lomba lari yang mengandalkan kecepatan. Harus latihan training lama. Kalau anak baru mungkin berat karena endurance belum ada, karena ultra maraton paling susah di endurance," kata Sianti ditemui usai konferensi pers Run to Care bersama SOS di Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Sianti sendiri mengaku butuh waktu satu tahun hingga bisa mencapai jarak ultra marathon, yakni pada 2019. Tertarik ikut perlombaan lari sejak pertengahan 2018, perempuan 33 tahun itu memang sudah target bisa mencapai jarak maraton.
Sehingga, cukup satu baginya untuk bisa naik kelas ke jarak ultra maraton dalam waktu satu tahun.
"Jarak maraton itu 42 kilometer, kalau ultra maraton di atas itu mulai dari 50 kilometer. Udah enggak kehitung (ikut lomba ultra maraton di bawah 100 km). Tapi kalau yang 100 kilo sih sampai sekarang kayanya belum ada sepuluh," cerita Sianti.
Dalam waktu dekat, ia akan terlibat dalam acara penggalangan donasi untuk anak-anak bersama yayasan SOS dengan lari ultra maraton sejauh 158 km, dari danau Toba hingga Medan.
Baca Juga: 6 Jam Naik Motor Dari Poso ke Masamba Demi Lomba Lari, Juara 1 Tapi Tidak Diakui Panitia
Dalam lakukan persiapan ultra maraton, Sianti mengungkapkan kalau dirinya mengatur program latihan menempuh jarak 65-70 km dengan lari juga bersepeda dalam satu minggu.
Ia mengatakan bahwa dalam proses latihan ultra marathon memang tidak bisa hanya melakukan latihan lari, tapi juga harus didukung dengan olahraga lain seperti bersepeda dan berenang untuk memperkuat otot.
"Kalau latihan untuk maraton biasanya latihan 42 kilometer per minggu. Tapi untuk ultra maraton, saat ini aku lagi latihan 65 sampai 70 kilo per minggu," ujarnya.
Selama sepekan tersebut, Sianti biasanya olahraga ringan atau sama sekali tidak berolahraga hanya pada hari Senin. Kemudian Selasa, ia berlari 12 km dengan level easy run atau santai dan ditambah berenang.
Hari Rabu menjadi jadwal lari atau bersepeda sejauh 8-10 km dan ditambah dengan latihan otot. Kamis, berenang dan lari sejauh 5 km. Jumat kembali easy run sejauh 15 km. Sabtu, long ride. Dan Minggu menjadi waktu latihan untuk long run sejauh 25-30 km.
Saat pertama kali mengikuti ultra maraton dengan jarak di atas 100 km, Sianti mengungkapkan kalau dirinya fokus untuk memperkuat ketahanan tubuhnya.
"Aku belajar meningkatkan endurance supaya gak sepanik dulu. Itu juga gak bisa shortcut. Gak bisa baru mulai lari, tiba-tiba mau ikut 130 km, itu bahaya banget," ujarnya.