Suara.com - Beberapa negara telah mulai memasuki musim panas atau kemarau. Fenomena heatwave atau gelombang panas bahkan dilaporkan sudah terjadi di sejumlah negara, salah satunya Inggris.
Badan Meteorologi Inggris menyatakan bahwa suhu di sana mencapai 37 derajat celsius di beberapa daerah pada Senin (18/7). Beberapa wilayah yang dilaporkan memiliki suhu panas di antaranya, London, Manchester, dan York.
Udara sangat panas juga terjadi di Bandara Luton, London, sehingga sebagian permukaan mulai terangkat dari landasan.
Akibatnya, semua penerbangan dihentikan sementara. Otoritas Inggris juga telah mengeluarkan peringatan kesehatan terhadap paparan suhu ekstrem tersebut.
Baca Juga: Jakarta Kebanjiran di Musim Kemarau, Wagub DKI: Alhamdulillah Surut dalam Waktu Singkat
Apakah fenomena serupa bisa terjadi di Indonesia sebagai negara beriklim tropis?
Koordinator sub Bidang Informasi Gas Rumah Kaca BMKG Alberth Nahas menjelaskan bahwa fenomena heatwave merupakan kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut.
Gelombang panas juga ditandai dengan suhu maksimum harian lebih tinggi lima derajat celsius atau lebih dari suhu maksimum rata-rata.
Walaupun suhu di beberapa kota di Indonesia pernah mencapai 39 derajat celsius, namun itu bukan fenomena heatwave.
"Bahkan di Jakarta pernah sampai 39 derajat, tapi itu hanya sesaat mungkin. Jadi tidak bisa dikatakan heatwave. Kebetulan kita belum pernah pengukuran sampai 40 derajat," kata Alberth saat journalist class Bicara Udara di Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Baca Juga: Hujan Lebat Terjadi di Musim Kemarau, Bagaimana Penjelasan dari BMKG?
Alberth menjelaskan, letak geografis Indonesia yang dikelilingi lautan lebih sulit untuk terjadinya heatwave. Berbeda dengan negara-negara Eropa yang kebanyakan berupa daratan.
"Indonesia belum pernah terjadi heatwave karena kita di kelilingi lautan. Salah satu komponen yang bisa mengurangi dampak heatwave itu lembap air. Jadi sangat susah terjadi di sini, apalagi kalau harus 3-5 hari. Ini yang susah terjadi di negara eropa karena mereka lebih kering. Sehingga potensi untuk terjadi heatwave lebih besar," paparnya.
Alberth menambahkan bahwa panas ekstrem yang ditandai dengan suhu di atas rata-rata maksimal di Indonesia biasanya hanya terjadi satu sampai dua hari atau bahkan hanya beberapa jam. Meski begitu, kondisi seperti itu pun tetap berbahaya bagi kesehatan.
"Kondisi panas ekstrem itu beberapa kali terjadi. Tapi itu pun berbahaya bagi manusia terutama yg aktivitas di luar ruangan," ujarnya.