Suara.com - Monkeypox atau cacar monyet terus menjadi perhatian setelah data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merilis data bagaimana kasus infeksi cacar monyet sudah mencapai 10.800 di seluruh dunia.
Kasus ini juga termasuk hasil laboratorium dan infeksi yang dikaitkan dengan orthopoxvirus, yakni keluarga virus awal penyebab cacar monyet, cacar air yang sudah dieliminasi, dan virus cacar sapi yang sangat jarang menular ke manusia.
Cacar monyet adalah penyakit virus zoonosis atau virus ditularkan dari hewan ke manusia, yang dapat sembuh sendiri.
Penyakit itu disebabkan oleh virus monkeypox, yakni anggota orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae, yang umumnya terjadi di Afrika Tengah dan Afrika Barat sebagai negara endemis.
Baca Juga: Blak-blakan, Pasien Cacar Monyet Curhat Punya Gejala Aneh di Sekitar Kemaluan
Manusia yang terinfeksi penyakit ini jarang yang menyebabkan sakit parah atau fatal, tapi untuk anak di bawah 8 tahun, orang dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, termasuk orang dengan eksim, hingga ibu hamil dan menyusui berisiko mengalami perburukan.
Pada akhir Juni, CDC dan Departemen Kesehatan Pelayanan Kemanusiaan AS yakni HHS mengatakan mulai meningkatkan kapasitas testing cacar monyet di laboratorium.
"Penyedia layanan kesehatan bisa menggunakan laboratorium ini pada awal Juli, dan kapasitas pengajian dari perusahaan akan ditingkatkan selama satu bulan," terang HHS mengutip Live Science, Jumat (15/7/2022).
Adapun sejak kasus cacar monyet pertama mulai terdeteksi di AS pada Mei, tes cacar monyet masih sulit ditemukan, sehingga catatan kasus tidak bisa memotret situasi yang sebenarnya.
Menurut Ahli Epidemiologi Universitas Harvard, Keletso Makofane, ini karena penyedia layanan kesehatan harus melalui proses rumit untuk melakukan tes pada pasien yang mengalami gejala spesifik cacar monyet.
Baca Juga: Kasus Cacar Monyet di Dunia Capai 6 Ribu Lebih, WHO Segera Lakukan Rapat Darurat