Suara.com - Usia balita belum sepenuhnya mampu mengungkapkan apa yang mereka rasakan atau inginkan. Tak heran jika balita kerap menangis sampai tantrum untuk mengeskpresikan sesuatu.
Karena keterbatasan komunikasi, orangtua akhirnya kerap menganggap anak yang tantrum tengah merasa mengantuk. Padahal tidak selalu begitu.
Psikolog anak mengungkapkan, ada alasan lain yang bisa memicu anak-anak jadi sering tantrum dan marah.
"Terpicu oleh emosi negatif yang sedang anak rasakan, seperti marah, kecewa, dan frustasi. Selain itu, alasan lainnya seperti anak kelelahan fisik dan overstimulasi," kata psikolog anak dan keluarga - Samanta Elsener, dikutip dari rilis Tentang Anak.
Baca Juga: Jangan Hukum Anak saat Tantrum, Ini 3 Cara Ajarkan Anak Ekspresikan Kemarahannya!
Samanta mengingatkan bahwa perilaku mudah marah pada anak buka karena faktor keturunan atau genetik dari orangtuanya. Selain itu, saat anak tantrum juga jangan hanya didiamkan dengan harapan akan membaik dengan sendirinya.
Ia mengungkapkan kalau fakta sebenarnya bahwa anak belum tahu bagaimana meregulasi atau mengelola emosinya. Sehingga seringkali justru menjadi tantrum.
"Umumnya, tantrum anak juga hanya terjadi selama 15 menit," ungkapnya.
Samanta membagikan cara tepat yang dapat orangtua lakukan untuk membantu anak dapat meregulasi emosinya:
- Bangun kepercayaan dengan anak.
- Kenalkan berbagai jenis emosi pada anak, baik itu emosi positif maupun negatif sedini mungkin.
- Cek apakah anak mengalami SPD (gangguan sensori).
- Hadir bersama anak dan narasikan perasaannya.
Tips komunikasi efektif dengan anak saat tantrum:
Baca Juga: Ngeri Banget! Dampak Toxic Parenting Pada Anak Tidak Main-main, Bisa Bertahan Hingga Dewasa Loh
- Memberikan validasi terhadap yang sedang dirasakan oleh anak.
- Temani anak selama tantrum.
- Berikan air mineral saat sudah berhenti menangis untuk menghindari dehidrasi.
- Peluk anak atau sentuh dengan halus untuk menenangkannya.
- Hindari membentak anak saat sedang tantrum.