Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyayangkan terduga pelaku kasus kekerasan seksual Julianto Eka Putra (JE) yang belum ditahan. Julianto diduga telah melakukan aksi bejatnya kepada sejumlah siswi di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) yang berlokasi di Batu, Jawa Timur.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA - Nahar mengatakan, tindakan penahanan Julianto sepenuhnya kewenangan penegak hukum. Ia juga menjelaskan bahwa secara hukum, sangat mungkin pelaku kriminal tidak ditahan dengan syarat tertentu.
"Proses ini sudah sampai ke persidangan, harusnya penahanan bisa dilakukan sejak penyidikan. Dan sekarang sudah sampai di persidangan. Sebenarnya memang ada KUHAP hukum acara pidana yang memungkinkan tersangka tidak ditahan kalau memenuhi tiga syarat, kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak melarikan diri," kata Nahar di kantor KemenPPPA, Jakarta, Senin (11/7/2022).
Hanya saja, pelaku tindak pidana kekerasan seksual seharusnya bisa ditahan sejak awal karena ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun penjara, sesuai pasal 21 ayat (4) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Baca Juga: Marak Kasus Kejahatan Seksual, Komnas HAM Desak UU TPKS Segera Diterapkan
Menurut Nahar, apabila Julianto ditahan, maka hal tersebut bisa mempermudah proses hukum yang sudah berjalan sejak 2021 itu.
"Jadi kita menyayangkan kenapa sejak awal tersangka tidak ditahan karena seharusnya ditahan, ini akan mempermudah proses hukum. Sampai hari ini, karena ini proses hukum, kami tidak bisa lakukan intervensi terlalu jauh. Hanya mengingatkan tahap awal kalau proses dilakukan sebaik-baiknya," tuturnya.
Kasus tersebut tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang dan dilakukan secara tertutup karena korban masih di bawah umur.
Sebanyak lima belas saksi korban telah diminta keterangan sejak pemeriksaan di Polres Batu juga dalam persidangan. Meski begitu, Nahar mengungkapkan bahwa korban kekerasan seksual oleh JE tersebut diduga lebih dari 15 orang.
Rencananya, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum pada 20 Juli mendatang.
Baca Juga: Kasus Kekerasan Seksual Melanda Dua Ponpes Jatim, Begini Respons Kemenag
Nahar menegaskan bahwa KemenPPPA mendorong proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Pasal 76D dan 76E UU 35 Tahun 2014 dan Pasal 81 dan 82 UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimum lima belas tahun penjara juga dapat ditambah satu per tiga karena tersangka berprofesi sebagai guru atau pengasuh sekolah.
"Kekerasan yang terjadi tidak hanya dalam bentuk kekerasan seksual, namun juga JE diduga melakukan kekerasan fisik, kekerasan non fisik, dan eksploitasi ekonomi terhadap para korban," ungkap Nahar.