Suara.com - Penelitian baru oleh King's College London menunjukkan bahwa varian Omicron cenderung tidak menyebabkan Long Covid. Namun pada kenyataannya tidak demikian.
Data mencatat satu dari 25 orang masih mengalami Long Covid selama lebih dari empat minggu. Peluang terjadinya kondisi berkepanjangan tersebut antara 20 hingga 25 persen.
Apa itu Long Covid?
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengonfirmasi bahwa penyintas Covid-19 dapat mengalami gejala yang berkepanjangan meski sudah sembuh.
"Beberapa orang yang telah terinfeksi virus penyebab Covid-19 dapat mengalami efek jangka panjang, yang dikenal sebagai kondisi pasca-Covid (PCC) atau Long Covid," kata CDC, dilansir The Health Site.
Long Covid memengaruhi 10 hingga 80 persen penyintas Covid-19.
Satu studi yang terbit di jurnal Cell berhipotesis penyebab Long Covid adalah SARS-CoV-2 yang membangkitkan kembali virus tidak aktif di dalam tubuh, seperti virus Epstein-Barr. Sehingga virus yang bangkit tersebut menyebabkan gejala berkepanjangan.
Sementara studi lain di Nature Communications menunjukkan bahwa respons imun yang tidak efektif terhadap Covid-19 gagal memperoleh antibodi yang diperlukan untuk melawan infeksi, lalu mengakibatkan gejala berkepanjangan.
Apa pun penyebabnya, para ahli sepakat bahwa Long Covid bukanlah infeksi virus corona yang persisten tetapi merupakan efek samping dari penyakit tersebut.
Beberapa gejala Long Covid yang umum dialami:
- Kelelahan
- Sesak napas
- Batuk
- Kondisi neurologis dan kesehatan mental
- Bekuan darah
- Masalah pernapasan
- Masalah muskuloskeletal