Suara.com - Ahli farmasi meminta tanaman ganja di Indonesia perlu tetap berada pada golongan I narkotika walaupun nantinya telah dilegalkan dalam penggunan sebagai obat medis. Apa alasannya?
Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada prof. Zullies Ikawati, Apt. menjelaskan bahwa meski ganja medis bermanfaat, ada risiko lain yang juga perlu diperhatikan.
Dalam UU no. 35 tahun 2009 tentang narkotika pasal 6 disebutkan bahwa narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi pengobatan serta memiliki dampak bahaya kecanduan.
"Berkaitan legalisasi, saya pribadi tidak sepakat jika kemudian ganja dikeluarkan dari golongan I. Ganja sebagai tanaman tentu masuk dalam golongan I. Kita bisa mengacu narkotik lain, seperti morfin. Itu kan juga obat bisa diresepkan untuk pengobatan kanker berat, tapi opium, tanaman penghasilnya masuk golongan I," kata prof. Zullies dalam webinar Fakultas Farmasi UGM.
Baca Juga: Jangan Legalisasi Ganja Walau untuk Medis, Ini Kata Guru Besar Farmasi UGM
Menurutnya, penggunaan tanaman ganja tetap harus diatur secara ketat karena sangat berpotensial disalahgunakan. Apabila tanaman ganja diturunkan menjadi kategori golongan II, prof. Zullies khawatir akan banyak orang yang memanfaatkan aturan tersebut untuk konsumsi ganja sebagai rekreasional.
"Kalau masuk golongan II, apalagi sampai legal, saya bilang banyak penumpang gelapnya nanti. Berapa persen, sih, orang yang butuh ganja medis dibandingkan keseluruhan pengguna ganja? Sehingga itu akan susah lagi untuk mengatur, membatasi," tuturnya.
Tetapi untuk senyawa cannabinoid, salah satu zat kimia dalam tanaman ganja, menurut prof Zullies, tidak terlalu bermasalah apabila dikategorikan pada golongan II atau III.
Sebab, dari berbagai hasil riset di beberapa negara telah terbukti bahwa cannabinoid tidak punya sifat psikoaktif, sehingga potensi penyebab kecanduannya rendah atau bahkan hampir tidak ada.
"Ini hanya wacana pemikiran. Proses legalisasi harus mengikuti kaidah pengembangan obat. Jadi tentu harus didaftarkan di badan POM dengan data uji klinis sudah ada dengan bentuk sudah terukur," ujarnya.
Baca Juga: Ahli Farmasi UGM Usul 3 Topik yang Perlu Dikaji Dalam Riset Ganja Medis
Walaupun berasal dari tanaman, aturan penggunaan ganja medis tidak bisa disamakan dengan regulasi untuk obat herbal. Prof. Zullies menjelaskan, bagaimana pun juga ganja medis masih mengandung senyawa memabukkan. Sementara obat herbal tidak ada senyawa memabukkan juga ketergantungan.
"Kalau saya say no untuk legalisasi tanaman ganja walaupun dengan alasan untuk medis. Tetapi komponen ganja yang bersifat obat, seperti cannabidiol, dapat digunakan untuk obat dan sebagai alternatif terakhir jika memang tidak ada obat lain," pungkasnya.