Suara.com - Mantan Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyoroti Indonesia yang kekurangan dokter gigi. Hal itu, menurutnya bisa membuat pelayanan kesehatan gigi jadi terhambat.
Hal ini menurut Nila, terlihat di berbagai pelosok di luar pulau Jawa, dokter gigi di puskesmas masih sulit ditemukan, bahkan cenderung tidak ada.
"Jadi sekarang ada layanan konsultasi dokter gigi gratis di online, tapi itu aja nggak cukup, karena siapa yang mau melakukan tindakannya gigi bolong atau berlubang siapa yang mau nambal," ungkap Nila dalam acara diskusi Pepsoden di Senayan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Bahkan karena hal ini, Menteri Kesehatan periode 2014-2019 menduga jika saat ini minat anak Indonesia terhadap profesi sebagai dokter gigi cenderung berkurang.
Baca Juga: Cabut Gigi Atas Bisa Sebabkan Kebutaan, Mitos atau Fakta?
"Sehingga jumlah 30.000 dokter gigi aja nggak cukup. Saya agak khawatir sekarang anak-anak berminat nggak ya jadi dokter gigi. Kayaknya artinya nanggung, jadi mending jadi dokter aja sekalian," tambah Nila.
Fenomena Indonesia kekurangan dokter gigi ternyata diakui, Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Usman Sumantri, yang mengatakan jika di daerah tidak memiliki dokter gigi.
"Kita bakal inovasikan pelayanan dokter gigi, kita fokuskan di daerah dulu, kalau di kota besar dokter gigi lumayan banyak, di daerah itu nggak ada dokter giginya," terang Usman di kesempatan yang sama.
Bahkan kata Usman, perbandingan dokter gigi dan masyarakat umum Indonesia sangatlah jauh. Jika idealnya satu dokter gigi melayani 7500 pasien, sedangkan di Indonesia rerata seorang dokter gigi melayani lebih dari 11.000 pasien.
"Apalagi dokter gigi ini persebarannya ada di kota besar. Jadi itu memang luar biasa kekurangannya, di NTT (Nusa Tenggara Timur) atau di Sulawesi itu perbandingannya satu dokter banding 20 ribu pasien, dan itu nggak cukup," tutup Usman.
Baca Juga: Indonesia Masih Butuh Tambahan Dokter Gigi Spesialis